Jumat, 04 Juli 2014

Revisi Makalah Ekosistem Pegununggan Tinggi (Kelas 6B)




NAMA ANGGOTA : JERIKA SEBA, RACHMALINA, IKA SAFITRI P, AFRIYANI PUTRI, ERAWATI, FITRI ALISA
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Konsep Ekosistem Hutan Pegunungan Tinggi Marapi
1.1.1.    Defenisi Ekosistem
Ekosistem adalah suatu ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruhantara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Wikipedia,(2010).
Suatu ekosistem pada daya dasarnya merupakan suatu system ekologi tempat berlangsungnya system pemprosesanya energy dan perputaran materi oleh komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu. Unsure-unsur ekosistem terdiri dari komponen abiotik yang terdiri dari habitat seperti tanah, air, udara, materi organic dan an organic hasil dekomposisi mahluk hidup, mahluk hidup termasuk cahaya matahari termasuk
Cahaya matahari dan iklim, komponen biotic yang terdiri semua unsur mahluk hidup, hewan, tumbuhan, dan mikrobiota yang tersusun dari unsur autotrof sebagai produsen( tumbuhan hijau unsure heterotrof sebagai konsumen dan decomposer,(Elfis, 2010).
Hutan pegunungan atau hutan Montana (Montane Forest) adalah suatu formasi hutan tropika basa yang terbentuk diwilayah pegunungan. Salah satu cirinya, hutan ini kerap diselimuti awan, biasanya dengan ketinggian atap tajuk (kanopi) nya. Pepohonan dan tanah dihutan ini acapa kali tertutupi oleh lumut, yang tumbuh berlimpah- limpah. Oleh sebab itu, formasi hutan ini juga dinamai hutan lumut, hutan kabut, atau hutan awan (cloud forest).
Seseorang yang mendaki kepuncak gunung, bila jeli mengamati, akan melihat perubahan-perubahan dan perbedaan pada fisiogknomi hutan sejalan dengan meningkatnya ketinggian tempat (elevasi).pohon-pohon banyak diglayuti lumut, ephifit, termasuk berjenis-jenis anggrek. Atap tajuk mulai memendek, setinggi-tingginya sekitar 30-an meter. Sembulan (emergent) semakin jarang didapati, begitu juga banir (akar papan) dan kauliflori, yakni munculnya bunga dan buah dibatang pohon (bukan dicabang atau pucuk ranting). Yang yang menyolok, mulai elevasi tertentu, cabang dan ranting pohon akan bengkok-bengkok dan daunya akan mengecil ukuranya.
Para ahli berbeda pendapat mengenai ketinggian tempat ditemukanya hutan pegunungan ini. Whithmore (1984) menyebutkan elevasi sekita 1200 m (kadang-kadang turun hingga serendah 750 m),  hingga ketinggian 3000-3500 m dpl, sebagai tempat tumbuhnya. Van Steenis (2006) menuliskan angka ketinggian 1.000 m hingga 3.400 m untuk kawasan malesia [3], sementara anwar dkk.(1984) memperoleh ketinggian 1.200 m hingga lebih dari 3.000 –miirp dengan whitmore-untuk vegetasi pegunungan di sumatra.
Angka-angka ini akan lebih berrvariasi lagi bila menyebut batas-batas subzona vegetasi pegunungan. Dari studinya selama berpuluh-puluh tahun di kawasan malesia, Vaan Steenis menyimpulkan bahwa terdapat tiga subzona hutan pegunungan, yakni;
1)   Submontana  (sub-pegunungan atau disebut juga hutan pegunungan bawah), antara ketinggian 1.000-1.500 m dpl
2)   Montana (hutan pegunungan atas) antara 1.00-2.400 m
3)   Subalpin, di atas ketinggian 2.400 m
Meskipun demikian, sebagaimana dicontohkan diatas, angka-angka ini tidak berlaku, angka-angka ini tidak berlaku mutlak. Dalam kasus batas-batas ketinggian zona vegetasi berlaku suatu hukum yang dikenal sebagai “efek pemenfatan elevasi” (Massenerhebungseffekt; Schroter,1926). Yakni, batas-batas elevasi ini akan semakin ‘mamfat’, merendah pada gunung-gunung yang soliter jika dibandingkan dengan gunung-gunung di wilayah pegunungan tinggi yang luas.
Salah satu faktor penting pembentukan hutan ini adalah suhu yang rendah dan terbentuknya awan atau kabut yang kerap menyelimuti atap tajuk. Kabut ini jelas meningkatkan kelembaban udara, menghalangi cahaya matahari dan dengan demikian menurunkan laju evapotranspirasi. Dengan meningkatkan elevasi, pohon-pohon cenderung memendek dan banyak bercabang. Epifit berupa jenis-jenis angrek, lumut dan pakis tumbuh melimpah dibatang, cabang dan diatas tanah. Presipitasi turun dalam bentuk pengembunan kabut pada dedaunan, yang kemudian jatuh menetes ke tanah. Tanah dihutan ini cukup subur namun cenderung bergambut.
Gunung adalah sebuah bentuk tanah yang menonjol diatas wilayah sekitarnya. Sebuah gunung biasanya lebih tinggi dan curam dari sebuahb bukit, tetapi ada kesamaan dan penggunaanya sering tergantung dari adat lokal. Beberapa otoritas mendefenisikan gunung dengan puncak lebih dari besaran tertentu (Anto, 2000)
1.1.2    Pengertian Hutan Pegunungan Tinggi
            Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia karena dapat memberikan sumbangan hasil alam yang cukup besar bagi negara (indrianto dalam elfis,2006).
            Menurut Sulfiantono (2009), membagi tipe hutan pegunungan berdasarkan ketinggian menjadi empat tipe yaitu:
1)   Hutan dataran rendah pada ketinggian 0-1.200 m dpl
2)   Hutan pegunungan bawah pada ketinggian 1.200-1.800 m dpl
3)   Hutan pegunungan atas pada ketinggian 1.800-3.000 m dpl
4)   Hutan subalpin pada ketinggian di atas 3.000 m dpl
Hutan pegunungan terdiri dari komposisi jenis dan tinggi tumbuhan yang bervariasi sehingga membentuk strata kanopi (lapisan tudung) yang jelas. Terbagi atas:
  1. Hutan Pegunungan Rendah (sub-mountaine forest)
Hutan ini terdapat di daerah Indonesia dengan ketinggian antara 1.300 m sampai 2.500 m di atas permukaan laut. Hutan pegunungan memberikan manfaat bagi masyarakat yang hidup di gunung maupun yang tinggal di bawahnya. Hutan yang ada merupakan sumber kehidupan. Dari hutan pegunungan, mereka memanfaatkan tumbuhan dan hewan sebagai makanan, obat-obatan, kayu bakar, bahan bangunan dan lain sebagainya. Selain itu masyarakat yang tinggal di bawahnya membutuhkan hutan pegunungan yang lestari sebagai daerah tangkapan air atau resapan air. Terletak pada ketinggian 1000-2500 meter di atas permukaan laut. Dominasi vegetasi di hutan ini berbeda-beda, tergantung pada ketinggiannya. Ketinggian 1000-1500 meter didominansi oleh tumbuhan semak, sedangkan pada ketinggian lebih dari 1500 meter didominansi oleh lumut, anggrek, dan tumbuhan paku efifit.
B. Hutan Pegunungan Atas (mountaine forest)
Hutan ini terdapat di daerah daerah Indonesia dengan ketinggian di atas 3.500 m di atas permukaan laut. Hutan ini berfungsi sebagai cagar alam dan taman wisata alam. Vegetasi hutan pegunungan yang dijadikan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam termasuk tipe hutan hujan tropik pegunungan dengan floranya terdiri dari jenis-jenis pohon dan liana serta epiphyte. Meliputi daerah dengan ketinggian 2500-3300 meter di atas permukaan laut. Hutan ini memiliki pohon-pohon dengan tinggi hingga 25 meter dan sangat lebat, tetapi keanekaragaman jenisnya sangat sedikit dibandingkan dengan hutan dibawahnya.



Gambar 1. Hutan Pegunungan Tinggi Marapi (Sumber: Arsip Biologi 6B, 2014)

Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa Gunung Marapi terletak di dekat daerah Bukit Tinggi lebih tepatnya terletak di Kabupaten Agam dan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat serta memiliki  ketinggin berkisar 2891 m dpl. Terletak pada titik koordinat 1000 28’ 1671 BTT, 00 22’47.72”LS.

1.1.3        Komponen-komponen Pembentuk Ekosistem Pegunungan Tinggi

1.1.3.1  Komponen-komponen Abiotik Ekosistem Pegunungan Tinggi
Ekosistem adalah satuan fungsional dasar yang menyangkut tentang proses interaksi organisme hidup dengan lingkungan mereka. Setiap ekosistem memiliki enam komponen yaitu produsen, makrokonsumen, mikrokonsumen, dan organik dan anorganik. Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup (Elfis,2010).
Abiotik adalah salah satu komponen atau faktor dalam lingkungan. Komponen abiotik adalah segala sesuatu yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembapan, cahaya, bunyi. Pengertian komponen abiotik yang tepat adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup, komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk tak hidup, komponen lingkungan yang terdiri atas manusia dan tumbuhan, serta komponen lingkungan yang terdiri atas makhuk hidup dan makhluk tak hidup. Abiotik merupakan lawan kata dari biotik. (Dewaarka, 2010). komponen
Menurut Elfis (2010) bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup.
1.    Suhu, sangat berpengaruh pada ekosistem karena suhu merupakan sarat yang diperlukan organisme untuk hidup.
2.    Tanah, tanah merupakan tempat hidup organisme.
3.    Cahaya merupakan faktor Penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Ada tiga aspek penting yang berkaitan dengan sistem ekologi yaitu intesitas cahaya dan lama penyinaran.
4.    Angin, selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam tumbuhan tertentu.
5.    Air, air berpengaruh terhadap ekosistem dimana air dibutuhkan organisme pada tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan dan penyebarkan biji.

1.1.3.2  Komponen Biotik Ekosistem Pegunungan Tinggi
Menurut Elfis (2010) komponen biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup dibumi baik tumbuhan dan hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan dalam produsen, konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Berdasarkan fungsinya, komponen biotik dibedakan atas:
1.    Produsen, merupakan makhluk hidup yang mampu menghasilkan makanannya sendiri, contoh tumbuhan hijau.
2.    Konsumen, merupakan makhluk hidup yang tidak dapat membuat makanannya sendiri sehingga untuk kebutuhan energinya bergantung pada produsen baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.    Pengurai, yaitu makhluk hidup yang menguraikan zat-zat yang terkandung di dalam sampah dan sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati, mengubah zat organik menjadi zat anorganik, contoh: bakteri, jamur yang bersifat saprofit.

1.2              Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Pegunungan Tinggi
1.2.1    Edaphis Hutan Pegunungan Tinggi
            Edaphis atau tanah merupakan suatu  sistem terpadu unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu mineral anorganik, mineral organik, dan organisme tanah, udara tanah dan tanah air. Unsur iklim mikro tanah yang memegang peranan dalam menentukan produksi tanaman seperti tanah, sinar matahari, suhu udara, curah hujan dan tinggi tempat. Udara tanah memiliki komposisi yang sama dengan udara diatas permukaan tanah. Tekstur tanah berperan dalam menentukan daya ikat air dan percepatan infiltrasinya. Sementara aerasi tanah, pergerakan air tanah, dan penetrasi akar tanaman ditentukan oleh tekstur tanah (Umboh,2002).
Setiap tanah biasanya memiliki tiga atau empat lapisan yang berbeda. Lapisan umumnya dibedakan pada keadaan fisik yang terlihat dan warna serta tekstur adalah yang utama, hal ini membawa klasifikasi lebih lanjut dalam hal tekstur tanah yang dipengaruhi ukuran partikel, seperti apakah partikel tanah itu lebih berpasir atau liat dari pada lapisan diatas dan dibawahnya (Elfis,2010).
Tanah (edaphis) memberi peranan dan sebagi substrat atau habitat berhubungan erat dengan jenis (struktur dan tekstur tanah), sifat fisik, kimia dan biotik tanah, kandungan air tanah, nutrien dan bahan-bahan organik, serta bahan anorganik sebagai hasil proses dekomposisi biota tanah. Dikenal berbagai sifat adaptasi dan toleransi tumbuhan berkaitan dengan struktur dan sifat kimia tanah, yaitu tipe vegetasi kalsifita, oksilofita, psammofita, halofita, konfigurasi permukaan bumi sangat mempengaruhi ketinggian, kemiringan, dan deodinamika lahan sebagai habitat, yang akan berpengaruh terhadap iklim (cahaya/matahari, suhu, curah hujan, dan kelembapan udara); yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan erat dengan masyarakat tumbuhan dalam kaitannya dengan kehadiran, distribusi, jenis-jenis tumbuhan, dan berbagai proses biologi tumbuhan (Elfis,2010).


Gambar 2. Tanah Pegunungan tinggi Marapi (Sumber Arsip Biologi 6B, 2014)


Gambar 3. Tanah Pegunungan tinggi Marapi (Sumber Arsip Biologi 6B, 2014)


1.2.2    Klimatologis Hutan Pegunungan Tinggi
            Klimatologis adalah ilmu yang membahas tentang iklim. Iklim dapat dipandang sebagai kebiasaan-kebiasaan alam yang berlaku, yang digerakkan oleh gabungan dari unsur-unsur iklim.
Menurut Elfis (2010) klimatologi adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah iklim. Usur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tekanan uap air berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon. Hubungan iklim dengan tumbuhan sangat erat. Iklim berpengaruh tehadap berbagai proses fisiologi (fotosintesis, respirasi, dan transpirasi), pertumbuhan dan reproduksi ( pembungaan, pembentukan buah, dan biji) dan sebagainya. Hubungan tumbuhan dengan faktor lingkungan iklim merupakan hunbungn yang tidak terpisahkan dan bersifat menyeluruh (holocoenotik).


Menurut Elfis (2010) unsur-unsur klimatologis terdiri dari:
1). Temperatur, temperatur merupakan komponen abiotik klimatologis pada suatu ekosistem tumbuhan. Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur sebagi sekala tertentu.
2). Curah hujan, curah hujan adalah banyaknya air yang tersedia di bumi. Kecukupan air disepanjang tahun atau dimusim tumbuh menyebabkan pembentukan hutan-hutan. Curah hujan memberi peranan dan konstribusi jika curah hujan cukup maka hutan didaerah dengan iklim yang lebih tinggi masih dapat bertahan. Didaerah yang hujannya turun pada musim panas dan di daerah lain yang periode keringnya panjang disitu terbentuk perumputan dengan selingan hutan-hutan pada tempat-tempat yang tanahnya basah.
3). Angin, angin berperan untuk mendorong peningkatan evaporasi dan transpirasi sedemikian rupa sehingga efeknya mengeringkan bagi vegetasi. Angin juga dapat merugikan ekosistem tanaman yang ada. Dibeberapa daerah angin merupakan faktor yang menentukan bagi vegetasi. Angin merupakan gerakan atau perpindahan dari suatu massa udara dari satu tempat ketempat lain secara horizontal.
4). Kualitas cahaya matahari atau posisi panjang gelombang, secara fisika radiasi matahari merupakan gelombang-gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Umumnya tumbuhan beradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39-7,6 mikron. Pada ekosistem daratan cahay pada suatu ekosistem perairan cahaya merah dan biru diserap oleh fitoplankton yang hidup dupermukaan sehingga cahaya hijau akan lewat atau akan dipenetrasikan kelapisan paling bawah. Sinar matahari mempengaruhi sistem secara global, karena sinar matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis. Radiasi matahari dalam suatu lingkungan berasal dari dua sumber utama yaitu temperatur matahari yang tinggi, radiasi termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfer. Beberapa tumbuhan memiliki karakterisitik yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat.
5).Lengas udara, lengas udara adalah komponen abiotik yang memberi konstribusi dan peranan klimatologi suatu ekosistem tumbuhan. Adanya evaporasi dan juga transpirasi adalah sebab adanya pemanfaatan lengas. Lengas sangat bergantung pada suhu, curah hujan, dan angin. 
Gambar 4. Hutan Pegunungan yang mengalami konversi menjadi lahan pertanian  (Sumber Arsip Biologi 6B, 2014)
Gambar 5. Hutan Pegunungan yang mengalami konversi menjadi lahan pertanian dan telah ditanami tanaman  (Sumber Arsip Biologi 6B, 2014)
Menurut Tjasjono (2002), peranan unsur iklim dan kendali iklim dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)          Suhu Udara
Suhu adalah unsur iklim yang sulit didefinisikan. Bahkan ahli metereologipun mempertanyakan apa yang dimaksud dengan suhu udara, karena unsure cuaca ini berubah sesuai dengan tempat. Tempat yang terbuka, suhunya berbeda dengan ladang yang dibajak, atau jalan beraspal dan sebagainya. Secara fisis suhu dapat didefinisikan sebagai tingkat gerakan molekul benda, makin cepat gerakan molekul, makin tinggi suhunya. Suhu dapat juga didefinisikan sebagai tingkat suatu benda. Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Pada umumnya suhu maksimum terjadi sesudah tengah hari, biasanya antara jam 12.00 dan jam 14.00, dan suhu minimum terjadi pada jam 06.00 atau sekitar matahari tertib.
2)                  Kelembaban Udara
Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Ada beberapa cara untuk menyatakan jumlah uap air, yaitu:
a)    Tekanan uap (e) adalah tekanan parsial dari ap air. Dalam fasa maka uap air didalam atmosfer berkelakuan seperti gas sempurna (ideal).
b)   Kelembapan mutlak, yaitu massa jenis uap (massa air yang terkandung dalam satu satuan volume udara lengas).
c)    Nisbah percampuran (mixing ratio), yaitu nisbah massa uap air terhadap massa udara kering.
d)   Kelembapan spesifik (q) didefinisikan sebagai uap air (Mv) per satuan massa udara basah (M).
e)    Kelembapan nisbi (RH) ialah perbandingan nosbah percampuran (r)  dengan nilai jenuh (rs).
f)    Suhu virtual (Tv).

3)         Curah Hujan
Endapan (presipitasi) didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh kepermukaan bumi. Meskipun kabut, embun, dan embun beku (frost) dapat berperan dalam alih kebasahan (moristure) dari atmosfer kepermukaan bumi, unsure tersebut tidak ditinjau sebagai endapan, bentuk endapan adalah hujan,gerimis, salju, dan batu es hujan (hail). Hujan adalah bentuk endapan yang sering dijumpai, dan di Indonesia yang dimaksud dengan endapan adalah curah hujan. Ada tiga pola curah hujan di Indonesia yang dimaksud dengan endapan adalah curah hujan. Ada tiga pola curah hujan di Indonesia, yaitu:
a)    Curah Hujan Monsun, karakteristik dari jenis ini adalah distribusi curah hujan bulanan berbentuk “V” dengan jumlah curah hujan musiman pada bulan Juni, Juli, Agustus. Saat monsoon barat jumlah curah hujan berlimpah, sebaliknya saat monsoon timur jumlah curah hujan sangat sedikit.
a)   Curah Hujan Ekuator, distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua maksimum. Jumlah curah hujan maksimum terjadi setelah ekinoks. Tempat didaerah ekuator seperti Pontianak  dan padang mempunyai pola curah hujan ekuator. Pengeruh monsu didaerah ekuator kurang tegas dibandingkan pengeruh insolasi pada waktu ekinioks.
b)   Curah hujan local, distribusi curah hujan bulannya kebalikan dari jenis monsu.   Pola curah hujan jenis lokallebih banyak dipengaruhi oleh sifat lokal.

4) Angin
Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Angin di beri nama sesuai dengan dari arah angin datang.

5) Embun, Kabut dan Perawanan
a)         Embun
Embun terjadi pada kondensasi pada permukaan tanah terutama pada malam hari pada saat tanah menjadi dingin akibat radiasi yang hilang. Kadang-kadang air laut membawa sejumlah uap air pada siang hari yang kemudian mengembun pada waktu malam yang dingin. Titik embun adalah suhu saat udara menjadi jenuh dengan uap air atau suhu udara pada kelembaban nisbi 100%. Makinrendah kelembaban nisbi, makin rendah titik embun yaitu terletak dibawah suhu udara.
b)        Kabut
Kabut dan awan mempunyai kesamaan, yaitu terdiri atas tetes air yang mengapung di udara tetapi secara fisis terdapat perbedaan antara kabut dan awan. Kabut terbentuk di dalam udara dekat permukaan bumi. Sedangkan awan terbentuk pada paras yang lebih tinggi. Karena itu benda yang mendasar antara kabut dan awan lebih ditekankan pada metode dan tempat pembentukannya ketimbang pada strukturnya. Awan terbentuk jika udara menjadi dingin secara adiabatic meleluai udara yang naik dan mengambang. Kabut terbentuk melalui pendinginan udara oleh penambahan kadar air. Jika udara dekat bumi mencapai titik embun, maka kabut diperkirakan akan terjadi, maka diperkirakan kabut akan buyar. Ketebalan kabut tergantung pada berbagai faktor, seperti kelembaban, suhu, angin, inti kondensasi dan lain-lain. Penggolongan kabut didasarkan pada efek jarak pandangnya.

c) Perawanan
Perawanan adalah jumlah awan yang menutupi langit diatas stasiun pengamat. Perawanan dinyatakan dalam persen, tetapi lebih umum dinyatakan dalam perdelapanan dari langit yang tertutup awan. Misalnya perawanan = 0, berarti langit cerah,perawanan = 4, berarti separo langit tertutup awan, perawanan = 8, berarti langit mendung. Garis yang menghubungkan tempat dengan perawanan sama disebut isonepsh.








1.3      Jaring-jaring Makanan Ekosistem Pegunungan Tinggi
    Jaring- jaring makanan adalah hubungan makanan dan dimakan dalam suatu eko    sistem yang sangat kompleks, saling berkaitan dan bercabang (Aryulina dkk,2007). Menurut Odum dalam Indrianto (2008) jaring makanan merupakan gabungan dari berbagai rantai makanan. Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan antar rantai makanan. Jika tiap-tiap ranati makanan yang ada di dalam ekosistem disambung-sambungkan dan membentuk gabungan rantai makanan yang kompleks, maka terbentuk jating makanan. Jaring makanan dalam suatu ekosistem dapat menggunakan kestabilan ekosisitem tersebut. Makin banyak rantai makanan dan makin besar kemungkinan terbentuknya gabungan dalam jaring makanan, akan menunjukan kestabilan ekosistem makin tinggi.
Jaring-jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperti jaring-jaring. Makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainya. Dari uraian komponen biotik diatas, pada tiap-tiap tingkatan konsumen tampak seolah-olah seetiap organisme hanya memekan atau dimakan oleh satu macam organisme yang lain, tetapi kenyataannya didalam ekosistem keadannya lebih kompleks. Hal ini terjadi karena tiap-tiap organisme dapat memakan didalam satu tingkatan konsumen atau dari tingkatan konsumen lain didalam ekosistem yang dikenal dengan rantai makanan dan antara rantai-rantai makanan itu saling berhubungan satu denan lainnya yang dikenal dengan jaring-jaring makanan.



BAB II
EKOSISTEM PEGUNUNGAN TINGGI MARAPI
2.1    Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem Pegunungan Tinggi
Secara geografis Provinsi Sumatra Barat terletak di 1º Lintang Utara - 3º Lintang Selatan dan 98º- 102º Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Sumatra Barat adalah sebagai berikut :
            Utara               =          Sumatera Utara
            Selatan            =          Jambi dan Bengkulu
            Timur               =          Samudera Indonesia
            Barat               =          Riau
            Sumatera Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatra, memeiliki dataran rendah di pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 375 km. kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera Hindia dan beberapa puluh kilometer dari lepas pantai Sumatera Barat  termasuk dalam provinsi ini.
            Sumatera Barat memiliki beberapa danau, diantaranya adalah danau Singkarak yang membentang di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar dengan luas 130,1 km², danau Maninjau di kabupaten Agam dengan luas 99,5 km², dan danau Kembar di kabupaten Solok yaitu danau Diatas dengan luas 31,5 km², dan danau Dibawah dengan luas14,0 km².
            Sumatera Barat memiliki 29 gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota. Beberapa diantaranya adalah gunung Talamau di kabupaten Pasaman Barat yang merupakan gunung tertinggi di provinsi ini dengan ketinggian 2.913 m, gunung Marapi di kabupaten Agam dengan ketinggian 2.891 m, gunung Sago di kabupaten Lima Puluh Kota dengan ketinggian 2.271 m, gunung Singgalang di kabupaten Agam dengan ketinggian 2.877 m, gunung Tandikat di kabupaten Padang Pariaman dengan ketinggian 2.438 m, gunung Talang di kabupaten Solok dengan ketinggia 2.572 m, dan gunung Pasaman di kabupaten Pasaman Barat dengan ketinggian 2.190 m.
            Secara fisiografi, sebagian besar wilayah kabupaten Agam berupa pegunungan, dimana memiliki dua buah gunung berapa yaitu Marapi dan Singgalang serta satu danau yakni Maninjau seluas 9.950 Ha. Wilayah kabupaten Agam memiliki empat kelas curah hujan, yaitu : daerah denga curah hujan > 4500 mm/tahun berada disekatar gunung Marapi dan Singgalang meliputi sebagian wilayah kecamatan IV Koto dan Banuhampu Sungai Puar, daerah dengan curah hujan 3500-4000 mm/tahun mencakup sebagian wilayah Tilantang Kamangm Baso dan IV Angkat Candung, daerahdengan curah hujan 3500-4000 mm/tahun meliputi Kecamatan Palembayan, Palupuh dan IV Koto, dan daerah dengan curah hujan 2500-3500 mm/tahun meliputi sebagian wilayah Kecamatan Lubuk Basung dan Tanjung Raya. Curah hujan terbanyak pada umumnya terjadi pada bulan Februari hingga April yakni sebesar 2000 mm/tahun, sedangkann di daerah pegunungan > 3000 mm/tahun. 


Gambar 6. Hutan Pegunungan Tinggi Marapi (Sumber: Arsip Biologi 6B, 2014)

Gunung Marapi yang juga dikenal sebagai Marapi atau Berapi memiliki ketinggian 2891,3 m dari permukaan  laut. Sebagai salah satu gunung yang paling aktif di Sumatera. Marapi sudah sering meletus. Terhitung sejak abad 18 hingga 2008 tercatat kira-kira sudah 454 kali meletus, 50 di antaranya dalam skala besar, sedangkan sisanya dalam skala kecil dengan mengeluarkan abu belerang.
            Di antara sekian banyak gunung yang ada di Sumatera Barat, Gunung Marapi merupakan objek wisata yang sering dikunjungi oleh para wisatawan. Gunung Marapi sudah memiliki jalur tetap untuk para pendaki, sehingga memudahkan para pendaki untuk melakukan pendakian. Di gunung ini, terdapat bunga Edelweis yang tumbuh bermekaran di sekitar lereng gunung, yang menambah indahnya pemandangan Gunung Marapi. Gunung Marapi berada dekat dengan kota Bukit Tinggi, tepatnya di sekitar Kabupaten Agam dan kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Indonesia.
Bagi penduduk Sumatera Barat gunung Marapi ini mempunyai nilai cultural historis tersendiri. Mirip dengan daerah titik awal pendakian gunung Singgalang, daerah kaki gunung Marapi ini sudah banyak yang dibuka oleh penduduk setempat sehingga tidak banyak kesulitan. Serta penduduknya juga sama ramahnya. Dipuncak gunung ini terdapat beberapa buah kawah kecil dan besar, kawah besar merupakan gabungan dua buah kawah yang tadinya terpisah menjadi satu karena letusan yang hebat beberapa tahun yang lalu. Puncak gunung ini dikenal dengan nama puncak Merpati, dari puncak ini kita bebas memandang kesegala arah salah satunya yaitu pemandangan dataran Agam yang hijau kecoklatan. puncak ini sangat sempit dan disisi dalam merupakan kawah sedangkan sisi luar jurang yang curam.
Gunung Marapi sendiri terletak bersebelahan dengan Gunung Singgalang. Kedua gunung ini hanya dipisahkan oleh jalan raya Padang Panjang- Bukittinggi. Gunung Marapi sendiri merupakan gunung berapi yang masih aktif. Disana kita menemukan sembilan kawah yang masih mengeluarkan kepulan asap belerang dengan kawah terbesar yang disebut kawah Tuo. Gunung Marapi sendiri terbagi dua, yaitu Marapi Tua dan Marapi Muda. Pusat api gunung Marapi telah bergeser sehingga mengakibatkan Marapi Tua tidak aktif lagi dan dipenuhi tumbuhan. Tingkat keaktifan gunung Marapi diawasi oleh badan Vulkanologi yang terletak di Bukittinggi. Namun badan tersebut hanya bertugas melaporkan aktifitas vulkanik gunung Marapi ke BMKG pusat.
Jalur konvensional gunung Marapi adalah jalur yang di mulai dari Nagari Koto Baru. Dimulai dari Pasar Koto Baru kita memlulai pendakian dengan melewati jalan aspal sampai di tower yang tidak berfungsi lagi dengan jarak tempuh sekitar 45 menit. Sepanjang jalur ini kita melewati kebun-kebun penduduk yang ditanami berbagai macam sayuran, seperti tomat, cabe, wortel, kol, sawi dan bawang. Pos pemantauan ini sendiri berbentuk seperti homestay dengan fasilitas seperti toilet dan mushalla. Pos pemantauan ini sendiri terletak tepat sebelum Pintu Rimba.
Perjalanan 4 menit dari Pintu Rimba, kita akan menemui sebuah sumber air yang disebut Sumur Kodok. Jalur konvensional Marapi ini sangat jelas dengan trek yang relatif berat bagi kami yang perdana melakukan pendakian dengan akar-akar pohon besar sepanjang jalur pendakian. Sepanjang jalur ini dari Pintu Rimba sampai ke pintu angin, kita akan menemui banyak pohon seperti pohon pinus. Pohon pinus ini sengaja ditanam ketika presiden Soekarno berkunjung ke daerah tersebut. Diantara pohon-pohon ini, kita bisa mendengar suara hewan seperti burung dan monyet. Bahkan menurut cerita, dihutan Gunung Marapi masihbanyak terdapat harimau dan juga beruang yang akan sangat terdengar berisik ketika musim kawin.

2.2       Keanekaragaman  Hayati Ekosistem Pegunungan Tinggi
Keanekaragaman  hayati (biologicalversity), diartikan sebagai keanekaragamannya makhluk hidup dari berbagai sumber yang mencakup ekosistem daratan, bahari atau akuatik lain, dan kompleks ekologi merupakan induknya, yang meliputi keanekaragaman dalam jenis dan ekosistem (djajadiningrat, 1992).
Setiap organisme sangat bergantung pada lingkungan tempat tinggalnya. Kondisi lingkungan akan memepengaruhi jenis, pola makan, cara hidup, bahkan struktur suatu organisme. Keanekaragaman lingkungan akan mempengaruhi keanekaragaman hayatinya. Hal tersebut akan membentuk ekosistem yang beranekaragam. Setiap ekosistem memiiki karakteristik yang berbeda, bergantung pada kondisi abiotiknya.
Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungannya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekositem. Perbedaan letak geografis menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan iklim menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur, curah hujan, intensitas cahaya matahari, dan lamanya penyinaran. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap jenis-jenis flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang menempati suatu daerah.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara mahkluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeuruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan gabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkugan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus mater antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai semua sumber energi yang ada.

2.3       Jaring-jaring Makanan Ekosistem Pegunungan Tinggi
             Di dalam suatu ekosistem, terjadi interaksi antara komunitas dan komunitas lainnya serta lingkungan abiotiknya. Interaksi ini dapat menyebabkan aliran energi melalui peristiwa makan dan dimakan (predasi). Pada peristiwa aliran energi ini, komponen ekosistem, khususnya komponen biotik, memiliki tiga peran dasar, yaitu sebagai produsen, konsumen dan dekomposer. Menurut Campbell (1998:1146), penyusun utama produsen dalam suatu ekosistem, khususnya didaratan adalah tumbuhan. Organisme ini mampu membuat makanannya sendiri dengan bantuan sinar matahari. Peristiwa ini disebut fotosintesis. Produsen merupakan organisme autrotrof, yaitu organisme yang mampu menyusun atau membuat makanannya sendiri. Adapun konsumen adalah organisme heterotrof, yaitu organisme yang tidak dapat membuat makanannya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhannya, organisme ini bergantung pada organisme lain. Komponen biotik yang terakhir, yaitu dekomposer (pengurai). Dekomposer adalah organisme yang menguraikan sisa-sisa organisme yang telah mati menjadi zat-zat organik sederhana. Zat-zat sederhana ini akan digunakan kembali oleh produsen sebagai bahan nutrisi untuk membuat makanannya. Proses tersebut akan berlangsung terus menerus didalam suatu ekosistem.
            Pada hutan muda, jumlah total bahan organik makin meningkat setiap tahun dengan meningkatkan ukuran pohon. Keadaan ini juga merupakan penyimpanan, tetapi jika hutan menjadi dewasa, bahan organik akan hilang karena kematian dan kehancuran. Energi yang hilang (hancur) tersebut, jika ditambahkan dengan kehilangan karena dimakan hewan, jumlahnya sama dengan produk bersih tumbuhan. Dalam hal ini tidak ada pertambahan lebih lanjut dalam biomassa dari tahun ketahun. Istilah biomassa digunakan untuk melukiskan seluruh bahan organik yang terdapat dalam suatu ekosistem. Jika biomassa suatu tumbuhan dimakan, energi itu diteruskan ke suatu heterotrof. Pada belalang misalnya, untuk tumbuh dan melaksanakan kegiatannya berkat energi yang tersimpan dalam tumbuhan yang dimakannya.

2.3.1    Rantai makanan sederhana yang terjadi di ekosistem hutan
            Pada gilirannya, herbivora akan menyediakan makanan untuk karnivora. Belalang tadi dapat dimakan oleh katak. Proses pemindahan energi dari makhluk ke makhluk dapat berlanjut. Katak dimakan ular, yang pada gilirannya ular dimakan oleh burung elang. Proses makan dan dimakan pada serangkaian organisme disebut sebagai Rantai Makanan, atau “food chains”. Semua rantai makanan berasal dari organisme autotrofik. Lihat bagan dibawah ini. Organisme yang langsung memakan tumbuhan disebut herbivor (konsumen primer), yang memakan herbivor disebut karnivor (konsumen sekunder), dan yang memakan konsumen sekunder disebut konsumen tersier. Setiap tingkatan organisme dalam satu ranyai makanan disebut tingkatan trofik. Dalam ekosistem rantai makanan-rantai makanan itu saling bertalian. Kebanyakan sejenis hewan memakan yang beragam, dan makhluk tersebut pada gilirannya juga menyediakan makanan berbagai mahluk yang memakannya, maka terjadi yang dinamakan jaring-jaring makanan (food web), dengan kata lain proses rantai makanan yang saling menjalin dan kompleks tersebut dinamakan jaring makanan.


Gambar 7: Jaring-jaring makanan pada ekosistem hutan dataran rendah-kering  (Sumber: Arsip 6 B, biologi 2014)

Peristiwa perpindahan energi terjadi melalui proses makan dan dimakan di dalam suatu rantai makanan. Peristiwa tersebut membentuk struktur trofik. Struktur trofik terdiri atas tingkat tingkat trofik. Setiap tingkat trofik terdiri atas kumpulan berbagai organisme.
            Tingkat trofik pertama ditempati oleh produsen atau organisme autrotrof. Pada tingkat ini, produsen ekosistem darat adalah tumbuhan, sedangkan pada ekosistem perairan adalah ganggang dan fitoplankton. Tingkat trofik kedua ditempati oleh organisme heterotrof atau konsumen. Konsumen adalah organisme yang bergantung kepada organisme  lain sebagai sumber makanannya. Konsumen pada tingkat trofik kedua ini adalah herbivore. Konsumen juga terdiri dari tingkat trofik ketiga, keempat dan seterusnya.
            Dalam rantai makanan tingkat trofik pertama tidak selalu ditempati oleh produsen. Oleh karena itu ada beberapa macam rantai makanan ditinjau dari tingkat trofik pertamanya, yaitu sebagai berikut :
a)        Rantai Makanan Perumput
Jika kedudukan trofik pertamanya ditempati produsen.
Contohnya : padi - tikus - ular - elang
            Pada contoh tersebut tingkat trofi pertamanya padi (produsen), tingkat trofi kedua tikus (konsumen pertama),tingkat trofik ketiga adalah ular (konsumen kedua), tingkat trofik keempat adalah elang (konsumen ketiga).
b)       Rantai Makanan Detritus
Jika kedudukan tingkat trofik pertamanya ditempati oleh detritus.
Contohnya : kayu lapuk - rayap - ayam - elang
            Pada contoh rantai makanan di atas tingkat trofik pertamanya ditempati oleh kayu lapuk (detritus), tingkat trofi keduanya rayap (detritivor), tingkat trofi ketiga ditempati oleh ayam (konsumen kedua), dan tingkat trofi keempat ditempati oleh elang (konsumen ketiga). Contoh lain rantai makanan detritus adalah seresah atau dedaunan dimakan cacing tanah, cacing tanah dimkan ikan,  dan ikan dimkan manusia.
            Aliran energy tidak hanya terjadi pada tingkatan yang sederhana, yaitu rantai makanan, tertapi terjadi jugapada tingkatan yang lebih kompleks, yaitu pada jaring-jaring makanan. Jarring-jaring makanan tersusun atas beberapa rantai makananyang saling berhubungan. Aliran energy mulai dari produsen sampai kepada konsumen, jumlah akhirnya tidak sama. Dalam rantai makanan, organism pada tingkat trofik rendah memiliki jumlah individu yang lebih banyak. Makin tinggi trofik, makin sedikit jumlah individunya dalam ekosistem.

2.3.2    Jaring – Jaring Makanan
    Menurut Odum dalam Indrianto (2008), jaring makanan merupakan gabungan dari berbagai rantai makanan. Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan antar rantai makanan. Jika tiap-tiap rantai makanan yang ada di dalam ekosistem disambung-sambungkan dan membentuk gabungan rantai makanan yang kompleks, maka terbentuk jating makanan. Jaring makanan dalam suatu ekosistem dapat menggunakan kestabilan ekosisitem tersebut. Makin banyak rantai makanan dan makin besar kemungkinan terbentuknya gabungan dalam jaring makanan, akan menunjukan kestabilan ekosistem makin tinggi.
Jaring-jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperti jaring-jaring. Makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainya. Dari uraian komponen biotik diatas, pada tiap-tiap tingkatan konsumen tampak seolah-olah seetiap organisme hanya memekan atau dimakan oleh satu macam organisme yang lain, tetapi kenyataannya didalam ekosistem keadannya lebih kompleks. Hal ini terjadi karena tiap-tiap organisme
 Dapat memakan didalam satu tingkatan konsumen atau dari tingkatan konsumen lain didalam ekosistem yang dikenal dengan rantai makanan dan antara rantai-rantai makanan itu saling berhubungan satu denan lainnya yang dikenal dengan jaring-jaring makanan.

2.3.3    Piramida Biomasa
            Piramida biomasa yaitu piramida yang menggabarkan terjadinya penurunan atau peningkatan biomasa organisme pada tiap tahap tingkatan trofik. Pada ekosistem daratan memiliki jumlah organisme produsen yang lebih banyak dibandingkan jumlah organisme konsumen pada tiap tingkat trofik, dan siklus hidup organisme produsen pada umumnya lebih panjang maka biomasa konsumen makin kecil menuju ke puncak piramida.
            Berkurangnya tranfer energi pada setiap tingkat trofik dapat digambarkan dengan piramida biomasa. Pada piramida biomasa setiap tingkat trofik menunjukkan berat kering dari seluruh organisme ditingkat trofik tersebut pada suatu waktu. Piramida biomasa umumnya juga berbentuk menyempit dari dasar ke puncak karena perpindahan energi karena tingkat trofik yang efisien (Aryulina dkk, 2008).

2.3.4    Piramida Makanan
            Struktur trofik dapat diukur dan dideskripsikan dengan istilah biomasa (standing crop) persatuan luas atau dengan pernyataan jumlah energi yang terikat persatuan luas, persatuan waktu pada setiap trofik yang berurutan. Pada setiap tahap dalam rantai makanan akan ada sejumlah energi yang hilang karena tidak terasimilasi atau lepas sebagai panas, sehingga organisme yang berada pada ujung  tingkat trofik akan memperoleh energi lebih kecil. Dengan kata lain, jika makin panjang rantai makanan, energi yang tersedia bagi kelompok organisme yang terakhir semakin kecil. Dengan kata lain, jika makin panjang rantai makanan, energi yang tersedia bagi kelompok organisme yang terakhir semakin kecil. Apabila energi yang tersedia dalam suatu rantai makanan itu disusun secara berurutan berdasarkan urutan tingkat trofik maka membentuk kerucut yang dikenal dengan piramida ekologi (Indriyanto,2008).
Menurut Odum dalam Indriyanto (2008) piramida ekologi dapat digolongkan kedalam tiga tipe piramida yaitu:

Ø   Piramida jumlah
Piramida jumlah yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan jumlah individu organisme pada tiap tingkatan trofik jadi dalam piramida jumlah yang dilukiskan adalah jumlah organisme yang berada pada tingkat trofik. Oleh karena itu, jika ukuran atau kekuatan organisme makin bertambah pada tiap tingkat trofik, maka jumlah organisme pada tiap tingkat trofik secara berurutan makin berkurang kecuali untuk tingkat pengurai.
Jumlah individu pada setiap tingkat trofik digambarkan dengan piramida jumlah. Piramida jumlah umumnya berbentuk menyempit keatas (Aryulina,2008). 

Gambar 8. Piramida Makanan (Aryulina, 2008)

2.4  Interaksi Antar Tumbuhan Pada Ekosistem Pegunungan Tinggi
2.4.1. Interaksi Komponen Biotik dalam Ekosistem Hutan Pegunungan Tinggi
            Interaksi spesies anggota populasi merupakan suatu kejadian yang wajar di alam atau dalam suatu komunitas, dan kejadian tersebut mudah dipelajari (Irwan dalam Elfis, 2010). Interaksi antar spesies tidak terbatas antar hewan dengan hewan, tetapi interaksi terjadi secara menyeluruh termasuk terjadi pada tumbuhan, bahkan antar tumbuhan dengan hewan.
            Vicky dalam Elfis (2010), menyatakan meskipun tumbuhan mampu mensintesis makanannya sendiri, namun kenyataannya tumbuhan hijau tidak pernah benar-benar independen (berdiri sendiri). Banyak spesies tumbuhan hijau yang bergantung pada hewan misalnya burung dan serangga dalam hal memperlancar penyebaran bunga dan penyebaran biji. Demikian juga antar tumbuhan di alam dapat saling bergabung membentuk hutan dengan berbagai pelapisan tajuk yang satu dengan yang lainnya saling menutup, ada kalanya suatu spesies tumbuhan memerlukan rambatan atau harus hidup menempel pada tumbuhan lainnya, ada kalanya suatu spesies memerlukan naungan (penutupan) tumbuhan lainnya, sehingga masing-masing organisme yang berdampingan dapat melakukan tugas sesuai kedudukan dan fungsinya.
            Menurut Kistinnah (2009), semua makhluk hidup selalu bergantung pada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dari atu populasinya atau individu-individu lain.
            Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh berbagai bentuk populasi tumbuhan dan hewan. Setiap tanaman merupakan individu dan kumpulan seluruh tanaman sejenis yang tumbuh di lahan hutan yang telah dikonvensi menjadi lahan pertanian ini merupakan populasi. Misalnya di dalam populasi kol disaat berbunga akan mengundang insekta-insekta untuk membantu penyerbukan. Dan ditemukan juga bentuk interaksi lainnya seperti jamur yang tumbuh dipermukaan maupun beberapa juga ditemukan pada bagian batang pohon yang telah lapuk.
            Interaksi antar individu dalam komunitas dapat terjadi antar individu sesama jenis dalam populasi seperti yang baru saja kita bicarakan maupun terjadi antar Individu berbeda jenis atau berbeda populasi. Ingat kembali, komunitas terdiri atas kumpulan species populasi dalam suatu habitat (auvicena, 2009).
Di dalam ekosistem terdapat pola interaksi sebagai berikut:
1)        Kompetisi
Kompetisi adalah bentuk hubungan antara species yang satu dengan yang lain jika terjadi persaingan di antara mereka. Kompetisi, terjadi karena memperebutkan makanan yang sama, memperebutkan habitat yang sama atau memperebutkan pasangan untuk berkembang biak.
a.          Kompetisi pada tumbuha: perebutan air, mineral, oksigen antara rumput, semak dan alang-alang.
b.         Kompetisi pada hewan: perebutan rumput antara kambing, sapi dan kerbau.
c.          Kompetisi pada hewan sejenis: perebutan betina oleh hewan jantan.
2)        Simbiosis
Simbiosis, yaitu hidup bersama antara dua jenis makhluk hidup yang berbeda dalam hubungan yang erat. Makhluk hidup yang bersimbiosis disebut simbion. Simbiosis dibedakan menjadi:
a.         Simbiosis mutualisme
Simbiosis mutualisme adalah hidup bersam yang saling menguntungkan antara dua jenis makhluk hidup yang berbeda. Contoh: lebah madu atau kupu-kupu dengan tanman bunga (lebah mendapat madu sedangkan tanaman dapat mengalami penyerbukan), kerbau dan burung jalak (burung jalak mendapatkan kutu sedangkan kerbau terhindar dari kutu).

Gamabar 9: Simbiosis Mutualisme (Sumber Arsip 6 B, Biologi 2014)


b.         Simbiosis komensalisme
Simbiosis komensalisme adalah hidup bersama antara dua jenis makhluk hidup yang berbeda, salah satunya mendapat keuntungan sementara yang lainnya tidak mendapat keuntungan ataupun kerugian. Contoh: epifit dan pohon-pohon tinggi, misalnya anggrek mendapat cahaya matahari karena berbeda di pohon yang tinggi, ikan remora dan ikan hiu, remora mendapatkan sisa-sisa makanan ikan hiu yang tercecer dan sekaligus mendapat perlindungan.




Gambar 10. Simbiosis Komensialime (Sumber 6B, biologi 2014)

c.          Simbiosis parasitisme
Simbiosis parasitisme adalah hidup bersama antara dua jenis makhluk hidup yang berbeda, salah satu  makhluk hidup mendapat keuntungan sedangkan makhluk hidup lainnya dirugikan. Contoh: benalu dan tanaman inang (benalu mengambil air dan zat-zat makanan dari tanaman pagar), kutu kepala dan manusia (kutu menghisap darah dari kepala manusia).

Gambar 11. Simbiosis Parasitisme (Sumber 6B, biologi 2014)

d.         Predasi
Terjadi antara konsumen tingkat II dan konsumen tingkat I, misalnya harimau dan kijang (harimau sebagai pemangsa dan kijang sebagai yang di mangsa).

e.          Antibiosis
Pola interaksi antara dua makhluk hidup yang berbeda, dimana salah satu makhluk hidup menghambat pertumbuhan makhluk hidup lainnya.
Penicellium notatum dan bakteri, dimana penicellium notatum menghasilkan antibiotik penisilin yang menghambat pertumbuhan bakteri.


LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Keanekaragaman hayati.
a)      Keanekaragaman Flora ( Tumbuhan )

Nama Tanaman
Nama Latin
Suren / sampier
Toona sureni
Bambu
Bambusa vulganis
Keladi
Caladium bicolor
Pakis tiang
Alsophilla glauca
Rumput pait
Axonopus compresus
Cabe
Capsisum annum L
Sawi
Brasica rapa
Labu
Cucurbita maxima
Bawang prei
Allium ampeloparsum
Dendalion
Taraxa otticinale
Tomat
Solanum lycopersicum
Kol
Brassica oleracea
Wortel
Carrota danacus

b)      Keanekaragaman Fauna ( Hewan )
Nama Hewan
Nama Latin
Beruang
Helarctos malayanus
Babi
Cavia porcelus
Ular
Trimeresurus albolaris
Pacet
Haemadipsa javanica
Ulat bulu
Dasychira indusa
Tupai
Tupaia javanica
Harimau
Neotelis nebulusa
Burung elamg
Spizaetus albomger
Kijang
Muntiacus muntjak
Monyet
Cynophitecus niger
Cacing
Lumbricus terretris
Ulat kaki seribu
Trigoniulus corralinus








Lampiran 2
Foto- foto Pratikum Lapangan
























DAFTAR PUSAKA

Idjah, dkk, 1989. Ekosistem Hutan. Bumi Aksara: Jakarta
Whitmore.1984. Hutan dan Kehutanan. PT. Bumi Aksara; Jakarta
Van Steenis. 2006. Mengenalb Hutan. Erlangga; Jakarta
Soemarno.2007.dalamhttp://www.docstoc.com/docs/prinsip-Ekologi-dan-Ekosistem
Haifani.2010.dalamhttp//haifani.wordpress.com/2010/02/12piramida-ekologi.
Istamar Syamsuri, Mpd, Drs, dkk, 2004. Biologi kelas X. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Syiham.2010.dalamhttp://www.syihan.co.cc/2010/02/piramida-ekologi.html.
Tjasjono Bayong, 2002. Klimatologi Umum. ITB. Bandung
Kizawan, Nana. 2009. Dalam.http//nanakizawa.wordpress.com/2009/11/14/
Ekosistem


3 komentar:

  1. Samsung T-Series 2.0 (SMD) T-Series 2.0 (SMD) T-Series 2.0 (SMD)
    Samsung T-Series 2.0 (SMD) titanium spork T-Series 2.0 (SMD). titanium white dominus price LGD 52112-04-30. LGD 52112-04-30. titanium bicycle LGD 52112-04-30. LGD 52112-04-30. LGD 52112-04-30. LGD 52112-04-30. LGD citizen titanium dive watch 52112-03-30. LGD how much is titanium worth 52112-03-30. LGD 52112-02-30. LGD 52112-02-30. LGD 52112-02-30. LGD 52112-02-30. LGD 52112-02-30.

    BalasHapus