BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Konsep Ekosistem Hutan Pegunungan Tinggi
Marapi
1.1.1. Defenisi
Ekosistem
Ekosistem adalah suatu ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruhantara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Wikipedia,(2010).
Suatu
ekosistem pada daya dasarnya merupakan suatu system ekologi tempat berlangsungnya
system pemprosesanya energy dan perputaran materi oleh komponen-komponen
ekosistem dalam waktu tertentu. Unsure-unsur ekosistem terdiri dari komponen
abiotik yang terdiri dari habitat seperti tanah, air, udara, materi organic dan
an organic hasil dekomposisi mahluk hidup, mahluk hidup termasuk cahaya
matahari termasuk
Cahaya
matahari dan iklim, komponen biotic yang terdiri semua unsur mahluk hidup,
hewan, tumbuhan, dan mikrobiota yang tersusun dari unsur autotrof sebagai
produsen( tumbuhan hijau unsure heterotrof sebagai konsumen dan
decomposer,(Elfis, 2010).
Hutan
pegunungan atau hutan Montana (Montane
Forest) adalah suatu formasi hutan tropika basa yang terbentuk diwilayah
pegunungan. Salah satu cirinya, hutan ini kerap diselimuti awan, biasanya
dengan ketinggian atap tajuk (kanopi)
nya. Pepohonan dan tanah dihutan ini acapa kali tertutupi oleh lumut, yang
tumbuh berlimpah- limpah. Oleh sebab itu, formasi hutan ini juga dinamai hutan
lumut, hutan kabut, atau hutan awan (cloud
forest).
Seseorang
yang mendaki kepuncak gunung, bila jeli mengamati, akan melihat
perubahan-perubahan dan perbedaan pada fisiogknomi hutan sejalan dengan
meningkatnya ketinggian tempat (elevasi).pohon-pohon
banyak diglayuti lumut, ephifit, termasuk berjenis-jenis anggrek. Atap tajuk
mulai memendek, setinggi-tingginya sekitar 30-an meter. Sembulan (emergent)
semakin jarang didapati, begitu juga banir (akar papan) dan kauliflori, yakni
munculnya bunga dan buah dibatang pohon (bukan dicabang atau pucuk ranting).
Yang yang menyolok, mulai elevasi tertentu, cabang dan ranting pohon akan
bengkok-bengkok dan daunya akan mengecil ukuranya.
Para
ahli berbeda pendapat mengenai ketinggian tempat ditemukanya hutan pegunungan
ini. Whithmore (1984) menyebutkan elevasi sekita 1200 m (kadang-kadang turun
hingga serendah 750 m), hingga
ketinggian 3000-3500 m dpl, sebagai tempat tumbuhnya. Van Steenis (2006) menuliskan angka ketinggian 1.000 m
hingga 3.400 m untuk kawasan malesia [3], sementara anwar dkk.(1984) memperoleh
ketinggian 1.200 m hingga lebih dari 3.000 –miirp dengan whitmore-untuk
vegetasi pegunungan di sumatra.
Angka-angka ini akan lebih berrvariasi lagi bila menyebut
batas-batas subzona vegetasi pegunungan. Dari studinya selama berpuluh-puluh
tahun di kawasan malesia, Vaan Steenis menyimpulkan bahwa terdapat tiga subzona
hutan pegunungan, yakni;
1)
Submontana (sub-pegunungan atau disebut juga hutan
pegunungan bawah), antara ketinggian 1.000-1.500 m dpl
2)
Montana (hutan
pegunungan atas) antara 1.00-2.400 m
3)
Subalpin, di atas ketinggian
2.400 m
Meskipun demikian, sebagaimana dicontohkan diatas,
angka-angka ini tidak berlaku, angka-angka ini tidak berlaku mutlak. Dalam
kasus batas-batas ketinggian zona vegetasi berlaku suatu hukum yang dikenal
sebagai “efek pemenfatan elevasi” (Massenerhebungseffekt; Schroter,1926).
Yakni, batas-batas elevasi ini akan semakin ‘mamfat’, merendah pada
gunung-gunung yang soliter jika dibandingkan dengan gunung-gunung di wilayah
pegunungan tinggi yang luas.
Salah satu faktor penting pembentukan hutan ini adalah
suhu yang rendah dan terbentuknya awan atau kabut yang kerap menyelimuti atap
tajuk. Kabut ini jelas meningkatkan kelembaban udara, menghalangi cahaya
matahari dan dengan demikian menurunkan laju evapotranspirasi. Dengan
meningkatkan elevasi, pohon-pohon cenderung memendek dan banyak bercabang.
Epifit berupa jenis-jenis angrek, lumut dan pakis tumbuh melimpah dibatang,
cabang dan diatas tanah. Presipitasi turun dalam bentuk pengembunan kabut pada
dedaunan, yang kemudian jatuh menetes ke tanah. Tanah dihutan ini cukup subur
namun cenderung bergambut.
Gunung adalah sebuah bentuk tanah yang menonjol diatas
wilayah sekitarnya. Sebuah gunung biasanya lebih tinggi dan curam dari sebuahb
bukit, tetapi ada kesamaan dan penggunaanya sering tergantung dari adat lokal.
Beberapa otoritas mendefenisikan gunung dengan puncak lebih dari besaran
tertentu (Anto, 2000)
1.1.2 Pengertian
Hutan Pegunungan Tinggi
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan manusia karena dapat memberikan sumbangan hasil alam yang cukup
besar bagi negara (indrianto dalam elfis,2006).
Menurut Sulfiantono (2009), membagi
tipe hutan pegunungan berdasarkan ketinggian menjadi empat tipe yaitu:
1)
Hutan dataran
rendah pada ketinggian 0-1.200 m dpl
2)
Hutan pegunungan
bawah pada ketinggian 1.200-1.800 m dpl
3)
Hutan pegunungan
atas pada ketinggian 1.800-3.000 m dpl
4)
Hutan subalpin pada
ketinggian di atas 3.000 m dpl
Hutan
pegunungan terdiri dari komposisi jenis dan tinggi tumbuhan yang bervariasi
sehingga membentuk strata kanopi (lapisan tudung) yang jelas. Terbagi atas:
- Hutan Pegunungan Rendah (sub-mountaine forest)
Hutan ini
terdapat di daerah Indonesia dengan ketinggian antara 1.300 m sampai 2.500 m di
atas permukaan laut. Hutan pegunungan memberikan manfaat bagi masyarakat yang
hidup di gunung maupun yang tinggal di bawahnya. Hutan yang ada merupakan
sumber kehidupan. Dari hutan pegunungan, mereka memanfaatkan tumbuhan dan hewan
sebagai makanan, obat-obatan, kayu bakar, bahan bangunan dan lain sebagainya.
Selain itu masyarakat yang tinggal di bawahnya membutuhkan hutan pegunungan
yang lestari sebagai daerah tangkapan air atau resapan air. Terletak pada
ketinggian 1000-2500 meter di atas permukaan laut. Dominasi vegetasi di hutan
ini berbeda-beda, tergantung pada ketinggiannya. Ketinggian 1000-1500 meter
didominansi oleh tumbuhan semak, sedangkan pada ketinggian lebih dari 1500
meter didominansi oleh lumut, anggrek, dan tumbuhan paku efifit.
B. Hutan Pegunungan Atas (mountaine forest)
Hutan ini
terdapat di daerah daerah Indonesia dengan ketinggian di atas 3.500 m di atas
permukaan laut. Hutan ini berfungsi sebagai cagar alam dan taman wisata alam.
Vegetasi hutan pegunungan yang dijadikan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam
termasuk tipe hutan hujan tropik pegunungan dengan floranya terdiri dari
jenis-jenis pohon dan liana serta epiphyte. Meliputi daerah
dengan ketinggian 2500-3300 meter di atas permukaan laut. Hutan ini memiliki
pohon-pohon dengan tinggi hingga 25 meter dan sangat lebat, tetapi
keanekaragaman jenisnya sangat sedikit dibandingkan dengan hutan dibawahnya.
Gambar 1. Hutan Pegunungan
Tinggi Marapi (Sumber: Arsip Biologi 6B, 2014)
Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa Gunung
Marapi terletak di dekat daerah Bukit Tinggi lebih tepatnya terletak di
Kabupaten Agam dan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat serta
memiliki ketinggin berkisar 2891 m dpl.
Terletak pada titik koordinat 1000 28’ 1671 BTT, 00 22’47.72”LS.
1.1.3
Komponen-komponen Pembentuk Ekosistem
Pegunungan
Tinggi
1.1.3.1 Komponen-komponen Abiotik Ekosistem
Pegunungan Tinggi
Ekosistem adalah satuan fungsional dasar yang menyangkut
tentang proses interaksi organisme hidup dengan lingkungan mereka. Setiap
ekosistem memiliki enam komponen yaitu produsen, makrokonsumen, mikrokonsumen,
dan organik dan anorganik. Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang
terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan
medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat
hidup (Elfis,2010).
Abiotik adalah salah satu komponen atau faktor dalam
lingkungan. Komponen abiotik adalah segala sesuatu yang tidak bernyawa seperti
tanah, udara, air, iklim, kelembapan, cahaya, bunyi. Pengertian komponen
abiotik yang tepat adalah komponen
lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup, komponen lingkungan yang terdiri
atas makhluk tak hidup, komponen lingkungan yang terdiri atas manusia dan
tumbuhan, serta komponen lingkungan yang terdiri atas makhuk hidup dan makhluk
tak hidup. Abiotik merupakan lawan kata dari biotik. (Dewaarka, 2010).
komponen
Menurut Elfis (2010) bahan tak hidup yaitu komponen fisik
dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup
merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan
tempat hidup.
1.
Suhu, sangat
berpengaruh pada ekosistem karena suhu merupakan sarat yang diperlukan
organisme untuk hidup.
2.
Tanah, tanah
merupakan tempat hidup organisme.
3.
Cahaya merupakan
faktor Penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Ada tiga aspek
penting yang berkaitan dengan sistem ekologi yaitu intesitas cahaya dan lama
penyinaran.
4.
Angin, selain
berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam tumbuhan tertentu.
5.
Air, air
berpengaruh terhadap ekosistem dimana air dibutuhkan organisme pada tumbuhan,
air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan dan penyebarkan biji.
1.1.3.2 Komponen
Biotik Ekosistem Pegunungan Tinggi
Menurut Elfis (2010) komponen biotik adalah faktor hidup
yang meliputi semua makhluk hidup dibumi baik tumbuhan dan hewan. Dalam
ekosistem, tumbuhan berperan dalam produsen, konsumen, dan mikroorganisme
berperan sebagai dekomposer. Berdasarkan fungsinya, komponen biotik dibedakan
atas:
1.
Produsen, merupakan
makhluk hidup yang mampu menghasilkan makanannya sendiri, contoh tumbuhan
hijau.
2.
Konsumen, merupakan
makhluk hidup yang tidak dapat membuat makanannya sendiri sehingga untuk
kebutuhan energinya bergantung pada produsen baik secara langsung maupun tidak
langsung.
3.
Pengurai, yaitu
makhluk hidup yang menguraikan zat-zat yang terkandung di dalam sampah dan
sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati, mengubah zat organik menjadi zat
anorganik, contoh: bakteri, jamur yang bersifat saprofit.
1.2
Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Pegunungan Tinggi
1.2.1 Edaphis
Hutan Pegunungan Tinggi
Edaphis atau tanah merupakan suatu sistem terpadu unsur-unsur yang saling berkaitan satu
dengan yang lain, yaitu mineral anorganik, mineral organik, dan organisme
tanah, udara tanah dan tanah air. Unsur iklim mikro tanah yang memegang peranan
dalam menentukan produksi tanaman seperti tanah, sinar matahari, suhu udara,
curah hujan dan tinggi tempat. Udara tanah memiliki komposisi yang sama dengan
udara diatas permukaan tanah. Tekstur tanah berperan dalam menentukan daya ikat
air dan percepatan infiltrasinya. Sementara aerasi tanah, pergerakan air tanah,
dan penetrasi akar tanaman ditentukan oleh tekstur tanah (Umboh,2002).
Setiap
tanah biasanya memiliki tiga atau empat lapisan yang berbeda. Lapisan umumnya
dibedakan pada keadaan fisik yang terlihat dan warna serta tekstur adalah yang
utama, hal ini membawa klasifikasi lebih lanjut dalam hal tekstur tanah yang
dipengaruhi ukuran partikel, seperti apakah partikel tanah itu lebih berpasir
atau liat dari pada lapisan diatas dan dibawahnya (Elfis,2010).
Tanah
(edaphis) memberi peranan dan sebagi substrat atau habitat berhubungan erat
dengan jenis (struktur dan tekstur tanah), sifat fisik, kimia dan biotik tanah,
kandungan air tanah, nutrien dan bahan-bahan organik, serta bahan anorganik
sebagai hasil proses dekomposisi biota tanah. Dikenal berbagai sifat adaptasi
dan toleransi tumbuhan berkaitan dengan struktur dan sifat kimia tanah, yaitu
tipe vegetasi kalsifita, oksilofita, psammofita, halofita, konfigurasi
permukaan bumi sangat mempengaruhi ketinggian, kemiringan, dan deodinamika
lahan sebagai habitat, yang akan berpengaruh terhadap iklim (cahaya/matahari,
suhu, curah hujan, dan kelembapan udara); yang secara langsung atau tidak
langsung berhubungan erat dengan masyarakat tumbuhan dalam kaitannya dengan
kehadiran, distribusi, jenis-jenis tumbuhan, dan berbagai proses biologi
tumbuhan (Elfis,2010).
Tabel 1. Kriteria
Penilaian Kesuburan Tanah Menurut Pusat Penelitian Tanah
(Pusat
Penelitian Tanah Dan Agroklimat, 1993)
Ciri-Ciri Tanah
|
Tingkatan
|
||||||
Sangat Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat Tinggi
|
|||
C-organik (%)
|
< 1,00
|
1,00-2,00
|
2,01 - 3,00
|
3,01 – 5,00
|
> 5,00
|
||
N-total (%)
a. Mineral
b. Gambut
|
< 0,10
|
0,10-0,20
< 0,80
|
0,21 - 0,50
0,80 – 2,50
|
0,51 – 0,75
> 2,50
|
> 0,75
|
||
Rasio C/N
|
< 5
|
5 – 10
|
11 – 15
|
16 – 25
|
> 25
|
||
P2O5 Bray 1 (ppm)
|
< 10
|
10 –15
|
16 – 25
|
26 – 35
|
> 35
|
||
K (me/100 g)
|
< 0,10
|
0,10-0,20
|
0,30 – 0,50
|
0,60 – 1,00
|
> 1,00
|
||
Na (me/100 g)
|
< 0,10
|
0,10-0,30
|
0,40 – 0,70
|
0,80 – 1,00
|
> 1,00
|
||
Mg (me/100 g)
|
< 0,40
|
0,40-1,00
|
1,10 – 2,00
|
2,10 – 8,00
|
> 8,0
|
||
Ca (me/100 g)
|
< 2
|
2 – 5
|
6 – 10
|
11 – 20
|
> 20
|
||
KTK (me/100 g)
|
< 5
|
5 – 16
|
17 – 24
|
25 – 40
|
> 40
|
||
Kejenuhan
Basa (%)
|
< 20
|
20 –35
|
36 – 50
|
51 – 70
|
> 70
|
||
Kadar Abu (%)
|
< 5
|
5 – 10
|
> 10
|
||||
Sangat Masam
|
Masam
|
Agak Masam
|
Netral
|
Agak Alkalis
|
Alkalis
|
||
pH (H2O)
a. Mineral
|
< 4,5
|
4,5 – 5,5
|
5,6 – 6,5
|
6,6-7,5
|
7,6 -8,5
|
> 8,5
|
|
Sangat masam
|
Sedang
|
Tinggi
|
|||||
pH (H2O)
b. Gambut
|
< 4,0
|
4 – 5
|
> 5
|
||||
Tabel
2. Data Edaphis Untuk Ekosistem
Pegunungan Tinggi
Kisaran Nilai dan
Tingkat Penilaian Analisis Agregat Kimia Tanah Gunung
Marapi Kabupaten Agam Sumatera Barat
Sifat
Kimia Tanah
|
Kedalaman
Lapisan Contoh (cm)
|
|||
0
- 30
|
30
– 60
|
|||
Nilai
|
Peringkat
|
Nilai
|
Peringkat
|
|
pH
(H2O)
|
6,2
– 6,6
|
S
|
6,3
– 6,6
|
S
|
C-organik
(%)
|
6,62–6,67
|
S
|
6,67
–6,67
|
S
|
N-total
(%)
|
12,67
– 13,61
|
S
|
12,67
– 13,66
|
S
|
P2O5
Bray 1 (ppm)
|
27,2
– 20,6
|
S
|
20,0
– 22,6
|
S
|
Ca
(me/100 g)
|
6,02
– 6,42
|
S
|
6,37
– 6,67
|
S
|
Mg
(me/100 g)
|
2,22
– 2,24
|
S
|
2,32
– 2,42
|
S
|
K
(me/100 g)
|
0,37–
0,42
|
S
|
0,37
– 0,44
|
S
|
Na
(me/100 g)
|
0,48
– 0,61
|
S
|
0,47
– 0,61
|
S
|
Total
Basa (me/100g)
|
8,12
– 8,18
|
S
|
7,04
–7,26
|
S
|
KTK
(me/100 g)
|
21,6
– 22,6
|
S
|
24,6
– 26,6
|
S
|
Kejenuhan
Basa (%)
|
47,8
– 41,8
|
S
|
44,6
– 47,6
|
S
|
Kadar
Abu (%)
|
10,07
– 10,11
|
S
|
10,61
– 10,67
|
S
|
Kadar
Air Lapang (%)
|
170,6-210,6
|
S
|
177,6
–227,6
|
S
|
Kadar
Air Tanah (%)
|
170,6-201,1
|
S
|
175,6
– 187,6
|
S
|
Keterangan :
SM = Sangat masam T = Tinggi R = Rendah
ST
= Sangat tinggi S =
Sedang SR =
Sangat rendah
|
Catatan : Diolah dari data
analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Riau
Berdasarkan tabel kisaran nilai dan tingkat
penilaian analisis agregat kimia tanah gunung merapi kabupaten agam Sumatera
Barat diatas maka telah diketahui kandungan sifat kimia tanah berdasarkan nilai
dan peringkatnya, dapat disimpulkan bahwa tanah dipegunungan merapi mempunyai
tingkat kesuburan yang tinggi dengan adanya perubahan lahan disekitar lereng
gunung merapi yang dirubah fungsinya menjadi lahan pertanian palawija yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.
Gambar 2. Tanah Pegunungan tinggi Marapi (Sumber Arsip Biologi 6B, 2014)
1.2.2 Klimatologis
Hutan Pegunungan Tinggi
Klimatologis adalah ilmu yang membahas tentang iklim.
Iklim dapat dipandang sebagai kebiasaan-kebiasaan alam yang berlaku, yang
digerakkan oleh gabungan dari unsur-unsur iklim.
Menurut
Elfis (2010) klimatologi adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi
penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah iklim. Usur-unsur iklim
seperti temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tekanan uap air berpengaruh
terhadap pertumbuhan pohon. Hubungan iklim dengan tumbuhan sangat erat. Iklim
berpengaruh tehadap berbagai proses fisiologi (fotosintesis, respirasi, dan
transpirasi), pertumbuhan dan reproduksi ( pembungaan, pembentukan buah, dan
biji) dan sebagainya. Hubungan tumbuhan dengan faktor lingkungan iklim
merupakan hunbungn yang tidak terpisahkan dan bersifat menyeluruh
(holocoenotik).
Menurut
Elfis (2010) unsur-unsur klimatologis terdiri dari:
1). Temperatur, temperatur
merupakan komponen abiotik klimatologis pada suatu ekosistem tumbuhan. Suhu
dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur sebagi sekala tertentu.
2). Curah hujan, curah hujan
adalah banyaknya air yang tersedia di bumi. Kecukupan air disepanjang tahun
atau dimusim tumbuh menyebabkan pembentukan hutan-hutan. Curah hujan memberi
peranan dan konstribusi jika curah hujan cukup maka hutan didaerah dengan iklim
yang lebih tinggi masih dapat bertahan. Didaerah yang hujannya turun pada musim
panas dan di daerah lain yang periode keringnya panjang disitu terbentuk
perumputan dengan selingan hutan-hutan pada tempat-tempat yang tanahnya basah.
3). Angin, angin berperan untuk
mendorong peningkatan evaporasi dan transpirasi sedemikian rupa sehingga
efeknya mengeringkan bagi vegetasi. Angin juga dapat merugikan ekosistem
tanaman yang ada. Dibeberapa daerah angin merupakan faktor yang menentukan bagi
vegetasi. Angin merupakan gerakan atau perpindahan dari suatu massa udara dari
satu tempat ketempat lain secara horizontal.
4). Kualitas cahaya matahari
atau posisi panjang gelombang, secara fisika radiasi matahari merupakan
gelombang-gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Umumnya
tumbuhan beradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara
0,39-7,6 mikron. Pada ekosistem daratan cahay pada suatu ekosistem perairan
cahaya merah dan biru diserap oleh fitoplankton yang hidup dupermukaan sehingga
cahaya hijau akan lewat atau akan dipenetrasikan kelapisan paling bawah. Sinar
matahari mempengaruhi sistem secara global, karena sinar matahari menentukan
suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan
sebagai produsen untuk berfotosintesis. Radiasi matahari dalam suatu lingkungan
berasal dari dua sumber utama yaitu temperatur matahari yang tinggi, radiasi
termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfer. Beberapa tumbuhan memiliki
karakterisitik yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan
akibat cahaya yang terlalu kuat.
5).Lengas udara, lengas udara
adalah komponen abiotik yang memberi konstribusi dan peranan klimatologi suatu
ekosistem tumbuhan. Adanya evaporasi dan juga transpirasi adalah sebab adanya
pemanfaatan lengas. Lengas sangat bergantung pada suhu, curah hujan, dan
angin.
Gambar 3. Hutan Pegunungan yang
mengalami konversi menjadi lahan pertanian
(Sumber Arsip Biologi 6B, 2014)
Gambar 4. Hutan Pegunungan yang
mengalami konversi menjadi lahan pertanian dan telah ditanami tanaman (Sumber Arsip Bio4logi 6B, 2014)
Menurut Tjasjono (2002),
peranan unsur iklim dan kendali iklim dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)
Suhu
Udara
Suhu
adalah unsur iklim yang sulit didefinisikan. Bahkan ahli metereologipun
mempertanyakan apa yang dimaksud dengan suhu udara, karena unsure cuaca ini
berubah sesuai dengan tempat. Tempat yang terbuka, suhunya berbeda dengan
ladang yang dibajak, atau jalan beraspal dan sebagainya. Secara fisis suhu
dapat didefinisikan sebagai tingkat gerakan molekul benda, makin cepat gerakan
molekul, makin tinggi suhunya. Suhu dapat juga didefinisikan sebagai tingkat
suatu benda. Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Pada umumnya
suhu maksimum terjadi sesudah tengah hari, biasanya antara jam 12.00 dan jam
14.00, dan suhu minimum terjadi pada jam 06.00 atau sekitar matahari tertib.
2)
Kelembaban
Udara
Udara
atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Ada beberapa cara untuk
menyatakan jumlah uap air, yaitu:
a) Tekanan
uap (e) adalah tekanan parsial dari ap air. Dalam fasa maka uap air didalam
atmosfer berkelakuan seperti gas sempurna (ideal).
b) Kelembapan
mutlak, yaitu massa jenis uap (massa air yang terkandung dalam satu satuan
volume udara lengas).
c) Nisbah
percampuran (mixing ratio), yaitu nisbah massa uap air terhadap massa udara
kering.
d) Kelembapan
spesifik (q) didefinisikan sebagai uap air (Mv) per satuan massa udara basah
(M).
e) Kelembapan
nisbi (RH) ialah perbandingan nosbah percampuran (r) dengan nilai jenuh (rs).
f) Suhu
virtual (Tv).
3)
Curah Hujan
Endapan
(presipitasi) didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh
kepermukaan bumi. Meskipun kabut, embun, dan embun beku (frost) dapat berperan
dalam alih kebasahan (moristure) dari atmosfer kepermukaan bumi, unsure
tersebut tidak ditinjau sebagai endapan, bentuk endapan adalah hujan,gerimis,
salju, dan batu es hujan (hail). Hujan adalah bentuk endapan yang sering
dijumpai, dan di Indonesia yang dimaksud dengan endapan adalah curah hujan. Ada
tiga pola curah hujan di Indonesia yang dimaksud dengan endapan adalah curah
hujan. Ada tiga pola curah hujan di Indonesia, yaitu:
a) Curah
Hujan Monsun, karakteristik dari jenis ini adalah distribusi curah hujan
bulanan berbentuk “V” dengan jumlah curah hujan musiman pada bulan Juni, Juli,
Agustus. Saat monsoon barat jumlah curah hujan berlimpah, sebaliknya saat
monsoon timur jumlah curah hujan sangat sedikit.
a) Curah
Hujan Ekuator, distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua maksimum. Jumlah
curah hujan maksimum terjadi setelah ekinoks. Tempat didaerah ekuator seperti
Pontianak dan padang mempunyai pola
curah hujan ekuator. Pengeruh monsu didaerah ekuator kurang tegas dibandingkan
pengeruh insolasi pada waktu ekinioks.
b) Curah
hujan local, distribusi curah hujan bulannya kebalikan dari jenis monsu. Pola curah hujan jenis lokallebih banyak
dipengaruhi oleh sifat lokal.
4) Angin
Angin
adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara bergerak dari
daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Angin di beri nama sesuai dengan
dari arah angin datang.
5) Embun,
Kabut dan Perawanan
a)
Embun
Embun
terjadi pada kondensasi pada permukaan tanah terutama pada malam hari pada saat
tanah menjadi dingin akibat radiasi yang hilang. Kadang-kadang air laut membawa
sejumlah uap air pada siang hari yang kemudian mengembun pada waktu malam yang
dingin. Titik embun adalah suhu saat udara menjadi jenuh dengan uap air atau
suhu udara pada kelembaban nisbi 100%. Makinrendah kelembaban nisbi, makin
rendah titik embun yaitu terletak dibawah suhu udara.
b)
Kabut
Kabut dan awan
mempunyai kesamaan, yaitu terdiri atas tetes air yang mengapung di udara tetapi
secara fisis terdapat perbedaan antara kabut dan awan. Kabut terbentuk di dalam
udara dekat permukaan bumi. Sedangkan awan terbentuk pada paras yang lebih
tinggi. Karena itu benda yang mendasar antara kabut dan awan lebih ditekankan
pada metode dan tempat pembentukannya ketimbang pada strukturnya. Awan
terbentuk jika udara menjadi dingin secara adiabatic meleluai udara yang naik
dan mengambang. Kabut terbentuk melalui pendinginan udara oleh penambahan kadar
air. Jika udara dekat bumi mencapai titik embun, maka kabut diperkirakan akan
terjadi, maka diperkirakan kabut akan buyar. Ketebalan kabut tergantung pada
berbagai faktor, seperti kelembaban, suhu, angin, inti kondensasi dan
lain-lain. Penggolongan kabut didasarkan pada efek jarak pandangnya.
c) Perawanan
Perawanan adalah
jumlah awan yang menutupi langit diatas stasiun pengamat. Perawanan dinyatakan
dalam persen, tetapi lebih umum dinyatakan dalam perdelapanan dari langit yang tertutup awan. Misalnya perawanan =
0, berarti langit cerah,perawanan = 4, berarti separo langit tertutup awan,
perawanan = 8, berarti langit mendung. Garis yang menghubungkan tempat dengan
perawanan sama disebut isonepsh.
DATA KLIMATOLOGIS UNTUK EKOSISTEM
PEGUNUNGAN TINGGI
PENGUKURAN IKLIM PERIODE APRIL-DESEMBER 2013
JANUARI –MARET 2014
(Berdasaran Rekapitulasi Data Klimatologis Sekunder Dari Stasiun Meteorologi Pandai Sikek
Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk
Data Iklim Seputaran Gunung Merapi Dan Gunung Singgalang)
A. Rata-rata intensitas radiasi matahari
(Watt/m2)
No
|
Bulan
|
Radiasi harian (Watt/m2/menit)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
31,9522
|
51,3915
|
59,3522
|
66,0316
|
92,6935
|
62.0290
|
62.0290
|
2.
|
Mei
|
142,0522
|
142,6222
|
142,2296
|
102,2292
|
142,2322
|
142,0220
|
142,0220
|
3.
|
Juni
|
166,0326
|
163,0222
|
192,1221
|
103,2251
|
98,9223
|
102,9321
|
102,9321
|
4.
|
Juli
|
96,9621
|
98,6621
|
103,5321
|
132,2226
|
102,2225
|
98,2223
|
98,2223
|
5.
|
Agustus
|
61,9660
|
69,9922
|
103,0150
|
102,1052
|
98,3105
|
98,0222
|
98,0222
|
6.
|
September
|
68,2252
|
66,2322
|
96,6623
|
100,5391
|
98,2222
|
102,6622
|
102,6622
|
7.
|
Oktober
|
68,2662
|
68,9921
|
69,0222
|
102,6225
|
102,9920
|
98,6692
|
98,6692
|
8.
|
November
|
68,6666
|
68,2251
|
62,6692
|
92,9210
|
98,6623
|
96,9635
|
96,9635
|
9.
|
Desember
|
61,9660
|
69,9922
|
103,0150
|
102,1052
|
98,3105
|
98,0222
|
98,0222
|
10.
|
Januari
|
68,2252
|
66,2322
|
96,6623
|
100,5391
|
98,2222
|
102,6622
|
102,6622
|
11.
|
Februari
|
68,2662
|
68,9921
|
69,0222
|
102,6225
|
102,9920
|
98,6692
|
98,6692
|
12.
|
Maret
|
68,6666
|
68,2251
|
62,6692
|
92,9210
|
98,6623
|
96,9635
|
96,9635
|
B.
Rata-rata suhu udara (oC)
No.
|
Bulan
|
Suhu udara harian (oC)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
16,1
|
16,0
|
16,0
|
16,5
|
16,2
|
16,1
|
16,1
|
2.
|
Mei
|
18,1
|
16,1
|
16,5
|
19,1
|
19,1
|
16,2
|
16,2
|
3.
|
Juni
|
16,1
|
16,4
|
19,0
|
18,0
|
18,1
|
19,1
|
19,1
|
4.
|
Juli
|
16,4
|
16,2
|
19,2
|
18,5
|
18,4
|
18,1
|
19,1
|
5.
|
Agustus
|
16,5
|
19,1
|
16,2
|
18,0
|
18,1
|
19,1
|
16,1
|
6.
|
September
|
18,1
|
16,1
|
16,1
|
18,4
|
19,2
|
19,1
|
16,0
|
7.
|
Oktober
|
18,4
|
16,1
|
16,1
|
18,1
|
19,1
|
19,1
|
16,1
|
8.
|
November
|
18,1
|
16,1
|
16,4
|
19,0
|
19,1
|
16,5
|
16,2
|
9.
|
Desember
|
16,5
|
19,1
|
16,2
|
18,0
|
18,1
|
19,1
|
16,1
|
10.
|
Januari
|
18,1
|
16,1
|
16,1
|
18,4
|
19,2
|
19,1
|
16,0
|
11.
|
Februari
|
18,4
|
16,1
|
16,1
|
18,1
|
19,1
|
19,1
|
16,1
|
12.
|
Maret
|
18,1
|
16,1
|
16,4
|
19,0
|
19,1
|
16,5
|
16,2
|
C. Rata-rata kelembaban udara (%)
No
|
Bulan
|
Kelembaban udara harian (%)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
86
|
84
|
84
|
84
|
86
|
85
|
85
|
2.
|
Mei
|
85
|
71
|
74
|
73
|
74
|
74
|
74
|
3.
|
Juni
|
79
|
78
|
85
|
74
|
74
|
85
|
84
|
4.
|
Juli
|
82
|
84
|
85
|
71
|
71
|
74
|
74
|
5.
|
Agustus
|
87
|
84
|
83
|
85
|
76
|
84
|
85
|
6.
|
September
|
83
|
82
|
85
|
85
|
85
|
76
|
84
|
7.
|
Oktober
|
84
|
82
|
85
|
84
|
84
|
78
|
79
|
8.
|
November
|
85
|
84
|
82
|
79
|
78
|
78
|
79
|
9.
|
Desember
|
82
|
84
|
85
|
71
|
71
|
74
|
74
|
10.
|
Januari
|
87
|
84
|
83
|
85
|
76
|
84
|
85
|
11.
|
Februari
|
83
|
82
|
85
|
85
|
85
|
76
|
84
|
12.
|
Maret
|
84
|
82
|
85
|
84
|
84
|
78
|
79
|
1.3
Jaring-jaring Makanan Ekosistem Pegunungan Tinggi
Jaring-
jaring makanan adalah hubungan makanan dan dimakan dalam suatu eko sistem
yang sangat kompleks, saling berkaitan dan bercabang (Aryulina dkk,2007). Menurut
Odum dalam Indrianto (2008) jaring makanan merupakan gabungan dari berbagai
rantai makanan. Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri
sendiri, melainkan saling berkaitan antar rantai makanan. Jika tiap-tiap ranati
makanan yang ada di dalam ekosistem disambung-sambungkan dan membentuk gabungan
rantai makanan yang kompleks, maka terbentuk jating makanan. Jaring makanan
dalam suatu ekosistem dapat menggunakan kestabilan ekosisitem tersebut. Makin
banyak rantai makanan dan makin besar kemungkinan terbentuknya gabungan dalam
jaring makanan, akan menunjukan kestabilan ekosistem makin tinggi.
Jaring-jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang
saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperti
jaring-jaring. Makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya
memakan satu jenis makhluk hidup lainya. Dari uraian komponen biotik diatas,
pada tiap-tiap tingkatan konsumen tampak seolah-olah seetiap organisme hanya
memekan atau dimakan oleh satu macam organisme yang lain, tetapi kenyataannya
didalam ekosistem keadannya lebih kompleks. Hal ini terjadi karena tiap-tiap
organisme dapat memakan didalam satu tingkatan konsumen atau dari tingkatan
konsumen lain didalam ekosistem yang dikenal dengan rantai makanan dan antara
rantai-rantai makanan itu saling berhubungan satu denan lainnya yang dikenal
dengan jaring-jaring makanan.
BAB
II
EKOSISTEM
PEGUNUNGAN TINGGI MARAPI
2.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem
Pegunungan Tinggi
Secara geografis
Provinsi Sumatra Barat terletak di 1º Lintang Utara - 3º Lintang Selatan dan
98º- 102º Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Sumatra Barat adalah sebagai
berikut :
Utara = Sumatera
Utara
Selatan
= Jambi dan Bengkulu
Timur
= Samudera Indonesia
Barat
= Riau
Sumatera
Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatra, memeiliki dataran
rendah di pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit
Barisan. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera
Hindia sepanjang 375 km. kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera Hindia
dan beberapa puluh kilometer dari lepas pantai Sumatera Barat termasuk dalam provinsi ini.
Sumatera
Barat memiliki beberapa danau, diantaranya adalah danau Singkarak yang
membentang di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar dengan luas 130,1 km²,
danau Maninjau di kabupaten Agam dengan luas 99,5 km², dan danau Kembar di
kabupaten Solok yaitu danau Diatas dengan luas 31,5 km², dan danau Dibawah
dengan luas14,0 km².
Sumatera
Barat memiliki 29 gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota. Beberapa
diantaranya adalah gunung Talamau di kabupaten Pasaman Barat yang merupakan
gunung tertinggi di provinsi ini dengan ketinggian 2.913 m, gunung Marapi di
kabupaten Agam dengan ketinggian 2.891 m, gunung Sago di kabupaten Lima Puluh
Kota dengan ketinggian 2.271 m, gunung Singgalang di kabupaten Agam dengan
ketinggian 2.877 m, gunung Tandikat di kabupaten Padang Pariaman dengan
ketinggian 2.438 m, gunung Talang di kabupaten Solok dengan ketinggia 2.572 m,
dan gunung Pasaman di kabupaten Pasaman Barat dengan ketinggian 2.190 m.
Secara
fisiografi, sebagian besar wilayah kabupaten Agam berupa pegunungan, dimana
memiliki dua buah gunung berapa yaitu Marapi dan Singgalang serta satu danau
yakni Maninjau seluas 9.950 Ha. Wilayah kabupaten Agam memiliki empat kelas
curah hujan, yaitu : daerah denga curah hujan > 4500 mm/tahun berada
disekatar gunung Marapi dan Singgalang meliputi sebagian wilayah kecamatan IV
Koto dan Banuhampu Sungai Puar, daerah dengan curah hujan 3500-4000 mm/tahun
mencakup sebagian wilayah Tilantang Kamangm Baso dan IV Angkat Candung,
daerahdengan curah hujan 3500-4000 mm/tahun meliputi Kecamatan Palembayan,
Palupuh dan IV Koto, dan daerah dengan curah hujan 2500-3500 mm/tahun meliputi
sebagian wilayah Kecamatan Lubuk Basung dan Tanjung Raya. Curah hujan terbanyak
pada umumnya terjadi pada bulan Februari hingga April yakni sebesar 2000
mm/tahun, sedangkann di daerah pegunungan > 3000 mm/tahun.
Gambar 5. Hutan Pegunungan
Tinggi Marapi (Sumber: Arsip Biologi 6B, 2014)
Gunung Marapi
yang juga dikenal sebagai Marapi atau Berapi memiliki ketinggian 2891,3 m dari
permukaan laut. Sebagai salah satu
gunung yang paling aktif di Sumatera. Marapi sudah sering meletus. Terhitung
sejak abad 18 hingga 2008 tercatat kira-kira sudah 454 kali meletus, 50 di
antaranya dalam skala besar, sedangkan sisanya dalam skala kecil dengan
mengeluarkan abu belerang.
Di
antara sekian banyak gunung yang ada di Sumatera Barat, Gunung Marapi merupakan
objek wisata yang sering dikunjungi oleh para wisatawan. Gunung Marapi sudah
memiliki jalur tetap untuk para pendaki, sehingga memudahkan para pendaki untuk
melakukan pendakian. Di gunung ini, terdapat bunga Edelweis yang tumbuh
bermekaran di sekitar lereng gunung, yang menambah indahnya pemandangan Gunung
Marapi. Gunung Marapi berada dekat dengan kota Bukit Tinggi, tepatnya di
sekitar Kabupaten Agam dan kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Indonesia.
Bagi
penduduk Sumatera Barat gunung Marapi ini mempunyai nilai cultural historis
tersendiri. Mirip dengan daerah titik awal pendakian gunung Singgalang, daerah
kaki gunung Marapi ini sudah banyak yang dibuka oleh penduduk setempat sehingga
tidak banyak kesulitan. Serta penduduknya juga sama ramahnya. Dipuncak gunung
ini terdapat beberapa buah kawah kecil dan besar, kawah besar merupakan
gabungan dua buah kawah yang tadinya terpisah menjadi satu karena letusan yang
hebat beberapa tahun yang lalu. Puncak gunung ini dikenal dengan nama puncak
Merpati, dari puncak ini kita bebas memandang kesegala arah salah satunya yaitu
pemandangan dataran Agam yang hijau kecoklatan. puncak ini sangat sempit dan
disisi dalam merupakan kawah sedangkan sisi luar jurang yang curam.
Gunung
Marapi sendiri terletak bersebelahan dengan Gunung Singgalang. Kedua gunung ini
hanya dipisahkan oleh jalan raya Padang Panjang- Bukittinggi. Gunung Marapi
sendiri merupakan gunung berapi yang masih
aktif. Disana kita menemukan sembilan kawah yang masih mengeluarkan kepulan
asap belerang dengan kawah terbesar yang disebut kawah Tuo. Gunung Marapi
sendiri terbagi dua, yaitu Marapi Tua dan Marapi Muda. Pusat api gunung Marapi
telah bergeser sehingga mengakibatkan Marapi Tua tidak aktif lagi dan dipenuhi
tumbuhan. Tingkat keaktifan gunung Marapi diawasi oleh badan Vulkanologi yang
terletak di Bukittinggi. Namun badan tersebut hanya bertugas melaporkan
aktifitas vulkanik gunung Marapi ke BMKG pusat.
Jalur
konvensional gunung Marapi adalah jalur yang di mulai dari Nagari Koto Baru.
Dimulai dari Pasar Koto Baru kita memlulai pendakian dengan melewati jalan
aspal sampai di tower yang tidak berfungsi lagi dengan jarak tempuh sekitar 45
menit. Sepanjang jalur ini kita melewati kebun-kebun penduduk yang ditanami
berbagai macam sayuran, seperti tomat, cabe, wortel, kol, sawi dan bawang. Pos
pemantauan ini sendiri berbentuk seperti homestay dengan fasilitas seperti
toilet dan mushalla. Pos pemantauan ini sendiri terletak tepat sebelum Pintu
Rimba.
Perjalanan
4 menit dari Pintu Rimba, kita akan menemui sebuah sumber air yang disebut
Sumur Kodok. Jalur konvensional Marapi ini sangat jelas dengan trek yang
relatif berat bagi kami yang perdana melakukan pendakian dengan akar-akar pohon
besar sepanjang jalur pendakian. Sepanjang jalur ini dari Pintu Rimba sampai ke
pintu angin, kita akan menemui banyak pohon seperti pohon pinus. Pohon pinus
ini sengaja ditanam ketika presiden Soekarno berkunjung ke daerah tersebut.
Diantara pohon-pohon ini, kita bisa mendengar suara hewan seperti burung dan
monyet. Bahkan menurut cerita, dihutan Gunung Marapi masihbanyak terdapat
harimau dan juga beruang yang akan sangat terdengar berisik ketika musim kawin.
2.2 Keanekaragaman Hayati
Ekosistem Pegunungan Tinggi
Keanekaragaman hayati (biologicalversity), diartikan sebagai
keanekaragamannya makhluk hidup dari berbagai sumber yang mencakup ekosistem
daratan, bahari atau akuatik lain, dan kompleks ekologi merupakan induknya,
yang meliputi keanekaragaman dalam jenis dan ekosistem (djajadiningrat, 1992).
Setiap
organisme sangat bergantung pada lingkungan tempat tinggalnya. Kondisi
lingkungan akan memepengaruhi jenis, pola makan, cara hidup, bahkan struktur
suatu organisme. Keanekaragaman lingkungan akan mempengaruhi keanekaragaman
hayatinya. Hal tersebut akan membentuk ekosistem yang beranekaragam. Setiap
ekosistem memiiki karakteristik yang berbeda, bergantung pada kondisi
abiotiknya.
Di
dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu
melakukan hubungan timbal balik baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup
dengan lingkungannya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini
menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Perbedaan letak
geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk
ekositem. Perbedaan letak geografis menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan
iklim menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur, curah hujan, intensitas
cahaya matahari, dan lamanya penyinaran. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap
jenis-jenis flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang menempati suatu daerah.
Ekosistem
adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara mahkluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan
juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeuruh antara segenap unsur
lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan gabungan dari
setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme
dan lingkugan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik
tertentu dan terjadi suatu siklus mater antara organisme dan anorganisme.
Matahari sebagai semua sumber energi yang ada.
2.3 Jaring-jaring Makanan Ekosistem
Pegunungan Tinggi
Di dalam suatu ekosistem, terjadi interaksi
antara komunitas dan komunitas lainnya serta lingkungan abiotiknya. Interaksi
ini dapat menyebabkan aliran energi melalui peristiwa makan dan dimakan
(predasi). Pada peristiwa aliran energi ini, komponen ekosistem, khususnya komponen biotik,
memiliki tiga peran dasar, yaitu sebagai produsen, konsumen dan dekomposer.
Menurut Campbell (1998:1146), penyusun utama produsen dalam suatu ekosistem,
khususnya didaratan adalah tumbuhan. Organisme ini mampu membuat makanannya
sendiri dengan bantuan sinar matahari. Peristiwa ini disebut fotosintesis.
Produsen merupakan organisme autrotrof, yaitu organisme yang mampu menyusun
atau membuat makanannya sendiri. Adapun konsumen adalah organisme heterotrof,
yaitu organisme yang tidak dapat membuat makanannya sendiri. Untuk memenuhi
kebutuhannya, organisme ini bergantung pada organisme lain. Komponen biotik
yang terakhir, yaitu dekomposer (pengurai). Dekomposer adalah organisme yang
menguraikan sisa-sisa organisme yang telah mati menjadi zat-zat organik
sederhana. Zat-zat sederhana ini akan digunakan kembali oleh produsen sebagai bahan nutrisi untuk membuat
makanannya. Proses tersebut akan berlangsung terus menerus didalam suatu
ekosistem.
Pada hutan muda, jumlah total bahan
organik makin meningkat setiap tahun dengan meningkatkan ukuran pohon. Keadaan
ini juga merupakan penyimpanan, tetapi jika hutan menjadi dewasa, bahan organik
akan hilang karena kematian dan kehancuran. Energi yang hilang (hancur)
tersebut, jika ditambahkan dengan kehilangan karena dimakan hewan, jumlahnya
sama dengan produk bersih tumbuhan. Dalam hal ini tidak ada pertambahan lebih
lanjut dalam biomassa dari tahun ketahun. Istilah biomassa digunakan untuk
melukiskan seluruh bahan organik yang terdapat dalam suatu ekosistem. Jika
biomassa suatu tumbuhan dimakan, energi itu diteruskan ke suatu heterotrof.
Pada belalang misalnya, untuk tumbuh dan melaksanakan kegiatannya berkat energi
yang tersimpan dalam tumbuhan yang dimakannya.
2.3.1 Rantai makanan
sederhana yang terjadi di ekosistem hutan
Pada gilirannya, herbivora akan
menyediakan makanan untuk karnivora. Belalang tadi dapat dimakan oleh katak.
Proses pemindahan energi dari makhluk ke makhluk dapat berlanjut. Katak dimakan
ular, yang pada gilirannya ular dimakan oleh burung elang. Proses makan dan
dimakan pada serangkaian organisme disebut sebagai Rantai Makanan, atau “food chains”. Semua rantai makanan berasal
dari organisme autotrofik. Lihat bagan dibawah ini. Organisme yang langsung
memakan tumbuhan disebut herbivor (konsumen primer), yang memakan herbivor
disebut karnivor (konsumen sekunder), dan yang memakan konsumen sekunder
disebut konsumen tersier. Setiap tingkatan organisme dalam satu ranyai makanan
disebut tingkatan trofik. Dalam
ekosistem rantai makanan-rantai makanan itu saling bertalian. Kebanyakan
sejenis hewan memakan yang beragam, dan makhluk tersebut pada gilirannya juga
menyediakan makanan berbagai mahluk yang memakannya, maka terjadi yang
dinamakan jaring-jaring makanan (food
web), dengan kata lain proses rantai makanan yang saling menjalin dan
kompleks tersebut dinamakan jaring makanan.
Gambar 6: Jaring-jaring makanan pada
ekosistem hutan dataran rendah-kering (Sumber: Arsip 6 B, biologi 2014)
Peristiwa perpindahan energi terjadi melalui proses makan dan dimakan
di dalam suatu rantai makanan. Peristiwa tersebut membentuk struktur trofik.
Struktur trofik terdiri atas tingkat tingkat trofik. Setiap tingkat trofik
terdiri atas kumpulan berbagai organisme.
Tingkat trofik pertama ditempati
oleh produsen atau organisme autrotrof. Pada tingkat ini, produsen ekosistem
darat adalah tumbuhan, sedangkan pada ekosistem perairan adalah ganggang dan
fitoplankton. Tingkat trofik kedua ditempati oleh organisme heterotrof atau
konsumen. Konsumen adalah organisme yang bergantung kepada
organisme lain sebagai sumber
makanannya. Konsumen pada tingkat trofik kedua ini adalah herbivore. Konsumen
juga terdiri dari tingkat trofik ketiga, keempat dan seterusnya.
Dalam
rantai makanan tingkat trofik pertama tidak selalu ditempati oleh produsen.
Oleh karena itu ada beberapa macam rantai makanan ditinjau dari tingkat trofik
pertamanya, yaitu sebagai berikut :
a)
Rantai
Makanan Perumput
Jika kedudukan
trofik pertamanya ditempati produsen.
Contohnya : padi -
tikus - ular -
elang
Pada
contoh tersebut tingkat trofi pertamanya padi (produsen), tingkat trofi kedua
tikus (konsumen pertama),tingkat trofik ketiga adalah ular (konsumen kedua),
tingkat trofik keempat adalah elang (konsumen ketiga).
b)
Rantai
Makanan Detritus
Jika kedudukan
tingkat trofik pertamanya ditempati oleh detritus.
Contohnya : kayu lapuk -
rayap - ayam -
elang
Pada
contoh rantai makanan di atas tingkat trofik pertamanya ditempati oleh kayu
lapuk (detritus), tingkat trofi keduanya rayap (detritivor), tingkat trofi
ketiga ditempati oleh ayam (konsumen kedua), dan tingkat trofi keempat
ditempati oleh elang (konsumen ketiga). Contoh lain rantai makanan detritus
adalah seresah atau dedaunan dimakan cacing tanah, cacing tanah dimkan
ikan, dan ikan dimkan manusia.
Aliran
energy tidak hanya terjadi pada tingkatan yang sederhana, yaitu rantai makanan,
tertapi terjadi jugapada tingkatan yang lebih kompleks, yaitu pada
jaring-jaring makanan. Jarring-jaring makanan tersusun atas beberapa rantai
makananyang saling berhubungan. Aliran energy mulai dari produsen sampai kepada
konsumen, jumlah akhirnya tidak sama. Dalam rantai makanan, organism pada
tingkat trofik rendah memiliki jumlah individu yang lebih banyak. Makin tinggi
trofik, makin sedikit jumlah individunya dalam ekosistem.
2.3.2 Jaring – Jaring
Makanan
Menurut Odum
dalam Indrianto (2008), jaring makanan merupakan gabungan dari berbagai rantai
makanan. Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri sendiri,
melainkan saling berkaitan antar rantai makanan. Jika tiap-tiap rantai makanan yang ada di dalam ekosistem disambung-sambungkan
dan membentuk gabungan rantai makanan yang kompleks, maka terbentuk jating
makanan. Jaring makanan dalam suatu ekosistem dapat menggunakan kestabilan
ekosisitem tersebut. Makin banyak rantai makanan dan makin besar kemungkinan
terbentuknya gabungan dalam jaring makanan, akan menunjukan kestabilan
ekosistem makin tinggi.
Jaring-jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang
saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperti
jaring-jaring. Makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya
memakan satu jenis makhluk hidup lainya. Dari uraian komponen biotik diatas,
pada tiap-tiap tingkatan konsumen tampak seolah-olah seetiap organisme hanya
memekan atau dimakan oleh satu macam organisme yang lain, tetapi kenyataannya
didalam ekosistem keadannya lebih kompleks. Hal ini terjadi karena tiap-tiap
organisme
Dapat memakan
didalam satu tingkatan konsumen atau dari tingkatan konsumen lain didalam
ekosistem yang dikenal dengan rantai makanan dan antara rantai-rantai makanan
itu saling berhubungan satu denan lainnya yang dikenal dengan jaring-jaring
makanan.
2.3.3 Piramida
Biomasa
Piramida biomasa yaitu piramida yang
menggabarkan terjadinya penurunan atau peningkatan biomasa organisme pada tiap
tahap tingkatan trofik. Pada ekosistem daratan memiliki jumlah organisme
produsen yang lebih banyak dibandingkan jumlah organisme konsumen pada tiap
tingkat trofik, dan siklus hidup organisme produsen pada umumnya lebih panjang
maka biomasa konsumen makin kecil menuju ke puncak piramida.
Berkurangnya tranfer energi pada
setiap tingkat trofik dapat digambarkan dengan piramida biomasa. Pada piramida
biomasa setiap tingkat trofik menunjukkan berat kering dari seluruh organisme
ditingkat trofik tersebut pada suatu waktu. Piramida biomasa umumnya juga
berbentuk menyempit dari dasar ke puncak karena perpindahan energi karena
tingkat trofik yang efisien (Aryulina dkk, 2008).
2.3.4 Piramida
Makanan
Struktur trofik dapat diukur dan
dideskripsikan dengan istilah biomasa (standing
crop) persatuan luas atau dengan pernyataan jumlah energi yang terikat
persatuan luas, persatuan waktu pada setiap trofik yang berurutan. Pada setiap
tahap dalam rantai makanan akan ada sejumlah energi yang hilang karena tidak
terasimilasi atau lepas sebagai panas, sehingga organisme yang berada pada
ujung tingkat trofik akan memperoleh
energi lebih kecil. Dengan kata lain, jika makin panjang rantai makanan, energi
yang tersedia bagi kelompok organisme yang terakhir semakin kecil. Dengan kata
lain, jika makin panjang rantai makanan, energi yang tersedia bagi kelompok
organisme yang terakhir semakin kecil. Apabila energi yang tersedia dalam suatu
rantai makanan itu disusun secara berurutan berdasarkan urutan tingkat trofik
maka membentuk kerucut yang dikenal dengan piramida ekologi (Indriyanto,2008).
Menurut
Odum dalam Indriyanto (2008) piramida
ekologi dapat digolongkan kedalam tiga tipe piramida yaitu:
Ø
Piramida jumlah
Piramida jumlah yaitu piramida yang menggambarkan
terjadinya penurunan jumlah individu organisme pada tiap tingkatan trofik jadi
dalam piramida jumlah yang dilukiskan adalah jumlah organisme yang berada pada
tingkat trofik. Oleh karena itu, jika ukuran atau kekuatan organisme makin
bertambah pada tiap tingkat trofik, maka jumlah organisme pada tiap tingkat
trofik secara berurutan makin berkurang kecuali untuk tingkat pengurai.
Jumlah individu pada setiap tingkat trofik digambarkan
dengan piramida jumlah. Piramida jumlah umumnya berbentuk menyempit keatas
(Aryulina,2008).
Gambar 7. Piramida Makanan (Aryulina, 2008)
2.4
Interaksi Antar
Tumbuhan Pada Ekosistem Pegunungan Tinggi
2.4.1.
Interaksi Komponen Biotik dalam Ekosistem Hutan Pegunungan Tinggi
Interaksi
spesies anggota populasi merupakan suatu kejadian yang wajar di alam atau dalam
suatu komunitas, dan kejadian tersebut mudah dipelajari (Irwan dalam Elfis,
2010). Interaksi antar spesies tidak terbatas antar hewan dengan hewan, tetapi
interaksi terjadi secara menyeluruh termasuk terjadi pada tumbuhan, bahkan
antar tumbuhan dengan hewan.
Vicky
dalam Elfis (2010), menyatakan meskipun tumbuhan mampu mensintesis makanannya
sendiri, namun kenyataannya tumbuhan hijau tidak pernah benar-benar independen
(berdiri sendiri). Banyak spesies tumbuhan hijau yang bergantung pada hewan
misalnya burung dan serangga dalam hal memperlancar penyebaran bunga dan
penyebaran biji. Demikian juga antar tumbuhan di alam dapat saling bergabung
membentuk hutan dengan berbagai pelapisan tajuk yang satu dengan yang lainnya
saling menutup, ada kalanya suatu spesies tumbuhan memerlukan rambatan atau
harus hidup menempel pada tumbuhan lainnya, ada kalanya suatu spesies
memerlukan naungan (penutupan) tumbuhan lainnya, sehingga masing-masing
organisme yang berdampingan dapat melakukan tugas sesuai kedudukan dan
fungsinya.
Menurut
Kistinnah (2009), semua makhluk hidup selalu bergantung pada makhluk hidup yang
lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis
atau lain jenis, baik individu dari atu populasinya atau individu-individu
lain.
Berdasarkan
hasil pengamatan diperoleh berbagai bentuk populasi tumbuhan dan hewan. Setiap
tanaman merupakan individu dan kumpulan seluruh tanaman sejenis yang tumbuh di
lahan hutan yang telah dikonvensi menjadi lahan pertanian ini merupakan
populasi. Misalnya di dalam populasi kol disaat berbunga akan mengundang
insekta-insekta untuk membantu penyerbukan. Dan ditemukan juga bentuk interaksi
lainnya seperti jamur yang tumbuh dipermukaan maupun beberapa juga ditemukan
pada bagian batang pohon yang telah lapuk.
Interaksi
antar individu dalam komunitas dapat terjadi antar individu sesama jenis dalam
populasi seperti yang baru saja kita bicarakan maupun terjadi antar Individu
berbeda jenis atau berbeda populasi. Ingat kembali, komunitas terdiri atas
kumpulan species populasi dalam suatu habitat (auvicena, 2009).
Di dalam ekosistem terdapat pola interaksi
sebagai berikut:
1)
Kompetisi
Kompetisi
adalah bentuk hubungan antara species yang satu dengan yang lain jika terjadi
persaingan di antara mereka. Kompetisi, terjadi karena memperebutkan makanan
yang sama, memperebutkan habitat yang sama atau memperebutkan pasangan untuk
berkembang biak.
a.
Kompetisi pada tumbuha:
perebutan air, mineral, oksigen antara rumput, semak dan alang-alang.
b.
Kompetisi pada hewan:
perebutan rumput antara kambing, sapi dan kerbau.
c.
Kompetisi pada hewan sejenis:
perebutan betina oleh hewan jantan.
2)
Simbiosis
Simbiosis,
yaitu hidup bersama antara dua jenis makhluk hidup yang berbeda dalam hubungan
yang erat. Makhluk hidup yang bersimbiosis disebut simbion. Simbiosis dibedakan
menjadi:
a.
Simbiosis
mutualisme
Simbiosis
mutualisme adalah hidup bersama yang saling menguntungkan antara dua jenis
makhluk hidup yang berbeda. Contoh: burung dengan pohon (burung mendapatkan
buah sedangkan tanaman dapat mengalami penyerbukan), kerbau dan burung jalak
(burung jalak mendapatkan kutu sedangkan kerbau terhindar dari kutu),kupu-kupu
dengan bunga cabe-cabean (kupu-kupu mendapatkan madu dan bunga cabe-cabean
dapat mengalami penyerbukan).
Gambar 8:
Simbiosis Mutualisme (Sumber Arsip 6 B,
Biologi 2014)
b.
Simbiosis
komensalisme
Simbiosis komensalisme adalah
hidup bersama antara dua jenis makhluk hidup yang berbeda, salah satunya
mendapat keuntungan sementara yang lainnya tidak mendapat keuntungan ataupun
kerugian. Contoh: epifit dan pohon-pohon tinggi, misalnya anggrek mendapat
cahaya matahari karena berbeda di pohon yang tinggi.
Gambar 9. Simbiosis Komensialime
(Sumber 6B, biologi 2014)
c.
Simbiosis
parasitisme
Simbiosis parasitisme adalah
hidup bersama antara dua jenis makhluk hidup yang berbeda, salah satu makhluk hidup mendapat keuntungan sedangkan
makhluk hidup lainnya dirugikan. Contoh: lumut dan tanaman inang (benalu
mengambil air dan zat-zat makanan dari tanaman pagar).
Gambar 10. Simbiosis
Parasitisme (Sumber 6B, biologi 2014)
d.
Predasi
Terjadi antara konsumen
tingkat II dan konsumen tingkat I, misalnya harimau dan babi (harimau sebagai
pemangsa dan babi sebagai yang di mangsa).
Gamabar 11: Predasi (Sumber Arsip : www.metrotvnews.com)
e.
Antibiosis
Pola interaksi antara dua
makhluk hidup yang berbeda, dimana salah satu makhluk hidup menghambat
pertumbuhan makhluk hidup lainnya.
Penicellium notatum dan bakteri, dimana
penicellium notatum menghasilkan antibiotik penisilin yang menghambat pertumbuhan
bakteri.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Hutan
pegunungan atau hutan Montana (Montane
Forest) adalah suatu formasi hutan tropika basa yang terbentuk diwilayah
pegunungan. Salah satu cirinya, hutan ini kerap diselimuti awan, biasanya
dengan ketinggian atap tajuk (kanopi)
nya. Pepohonan dan tanah dihutan ini acapa kali tertutupi oleh lumut, yang
tumbuh berlimpah- limpah. Oleh sebab itu, formasi hutan ini juga dinamai hutan
lumut, hutan kabut, atau hutan awan (cloud
forest).
Salah satu faktor penting pembentukan hutan ini adalah
suhu yang rendah dan terbentuknya awan atau kabut yang kerap menyelimuti atap
tajuk. Kabut ini jelas meningkatkan kelembaban udara, menghalangi cahaya
matahari dan dengan demikian menurunkan laju evapotranspirasi. Dengan
meningkatkan elevasi, pohon-pohon cenderung memendek dan banyak bercabang.
Epifit berupa jenis-jenis angrek, lumut dan pakis tumbuh melimpah dibatang,
cabang dan diatas tanah.
Menurut
Sulfiantono (2009), membagi tipe hutan pegunungan berdasarkan ketinggian
menjadi empat tipe yaitu:
1)
Hutan dataran
rendah pada ketinggian 0-1.200 m dpl
2)
Hutan pegunungan
bawah pada ketinggian 1.200-1.800 m dpl
3)
Hutan pegunungan
atas pada ketinggian 1.800-3.000 m dpl
4)
Hutan subalpin pada
ketinggian di atas 3.000 m dpl
Hutan pegunungan terdiri dari komposisi jenis dan tinggi tumbuhan yang
bervariasi sehingga membentuk strata kanopi (lapisan tudung) yang jelas.
Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa Gunung
Marapi terletak di dekat daerah Bukit Tinggi lebih tepatnya terletak di
Kabupaten Agam dan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat serta
memiliki ketinggin berkisar 2891 m dpl.
Terletak pada titik koordinat 1000 28’ 1671 BTT, 00 22’47.72”LS.
Menurut
Elfis (2010) klimatologi adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi
penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah iklim. Usur-unsur iklim
seperti temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tekanan uap air berpengaruh
terhadap pertumbuhan pohon. Hubungan iklim dengan tumbuhan sangat erat. Iklim
berpengaruh tehadap berbagai proses fisiologi (fotosintesis, respirasi, dan
transpirasi), pertumbuhan dan reproduksi ( pembungaan, pembentukan buah, dan
biji) dan sebagainya. Hubungan tumbuhan dengan faktor lingkungan iklim
merupakan hunbungn yang tidak terpisahkan dan bersifat menyeluruh
(holocoenotik).
Tanah
(edaphis) memberi peranan dan sebagi substrat atau habitat berhubungan erat
dengan jenis (struktur dan tekstur tanah), sifat fisik, kimia dan biotik tanah,
kandungan air tanah, nutrien dan bahan-bahan organik, serta bahan anorganik
sebagai hasil proses dekomposisi biota tanah. Dikenal berbagai sifat adaptasi
dan toleransi tumbuhan berkaitan dengan struktur dan sifat kimia tanah, yaitu
tipe vegetasi kalsifita, oksilofita, psammofita, halofita, konfigurasi
permukaan bumi sangat mempengaruhi ketinggian, kemiringan, dan deodinamika
lahan sebagai habitat, yang akan berpengaruh terhadap iklim (cahaya/matahari,
suhu, curah hujan, dan kelembapan udara); yang secara langsung atau tidak
langsung berhubungan erat dengan masyarakat tumbuhan dalam kaitannya dengan
kehadiran, distribusi, jenis-jenis tumbuhan, dan berbagai proses biologi
tumbuhan (Elfis,2010).
DAFTAR
PUSAKA
Idjah,
dkk, 1989. Ekosistem Hutan. Bumi Aksara: Jakarta
Whitmore.1984.
Hutan dan Kehutanan. PT. Bumi Aksara; Jakarta
Van Steenis. 2006. Mengenalb Hutan.
Erlangga; Jakarta
Soemarno.2007.dalamhttp://www.docstoc.com/docs/prinsip-Ekologi-dan-Ekosistem
Haifani.2010.dalamhttp//haifani.wordpress.com/2010/02/12piramida-ekologi.
Istamar Syamsuri, Mpd, Drs, dkk,
2004. Biologi kelas X. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Syiham.2010.dalamhttp://www.syihan.co.cc/2010/02/piramida-ekologi.html.
Tjasjono Bayong, 2002. Klimatologi
Umum. ITB. Bandung
Kizawan, Nana. 2009.
Dalam.http//nanakizawa.wordpress.com/2009/11/14/
Ekosistem
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel
Keanekaragaman hayati.
a) Keanekaragaman
Flora ( Tumbuhan )
Nama
Tanaman
|
Nama
Latin
|
Suren
/ sampier
|
Toona sureni
|
Bambu
|
Bambusa
vulganis
|
Keladi
|
Caladium
bicolor
|
Pakis
tiang
|
Alsophilla
glauca
|
Rumput
pait
|
Axonopus
compresus
|
Cabe
|
Capsisum annum
L
|
Sawi
|
Brasica rapa
|
Labu
|
Cucurbita
maxima
|
Bawang
prei
|
Allium
ampeloparsum
|
Dendalion
|
Taraxa
otticinale
|
Tomat
|
Solanum
lycopersicum
|
Kol
|
Brassica oleracea
|
Wortel
|
Carrota danacus
|
b) Keanekaragaman
Fauna ( Hewan )
Nama
Hewan
|
Nama
Latin
|
Beruang
|
Helarctos
malayanus
|
Babi
|
Cavia porcelus
|
Ular
|
Trimeresurus
albolaris
|
Pacet
|
Haemadipsa
javanica
|
Ulat
bulu
|
Dasychira
indusa
|
Tupai
|
Tupaia
javanica
|
Harimau
|
Neotelis
nebulusa
|
Burung
elamg
|
Spizaetus
albomger
|
Kijang
|
Muntiacus
muntjak
|
Monyet
|
Cynophitecus
niger
|
Cacing
|
Lumbricus
terretris
|
Ulat
kaki seribu
|
Trigoniulus
corralinus
|
Lampiran 2
Foto- foto Pratikum Lapangan
Gambar . foto bersama
dengan dosen pembimbing, Dr. Elfis M,Si (Arsip Biologi, 6B 2014)
Gambar . foto anggota
kelompok 6B yang ke pegununggan tinggi (Arsip Biologi, 6B 2014)
Gambar 1. Suren (Toora Sureni)
Gambar 2. Bunga matahari hutan
Gambar 3. Tumbuhan spesies 1
Gambar 4. Bawang prei (Alliumampeloparsum )
Gambar 5. Bambu(Bambusa vulgaris )
Gambar
6.Rumput
pait(Axonopuscompresus )
Gambar
7.Tumbuhan
dendalion(Taraxacumotticinade )
Gambar
8 .Tumbuhan
lumut
Gambar
9
.wortel (Carrota danacus)
Gambar
10.
Labu (cucurbita maxima)
Gambar
11.
Cabe (Capsicum annum L)
Gambar
12.
Pinus (Pinus merkussi)
Gambar
13.
Pakis tiang (Nephrolepis exaltata)
Gambar
14. Keladi (Caladium
bicolor)
Gambar 15. Sirih hutan
Gambar 16. Serasah
Gambar 17. Kol (brassica oleracea )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar